Minggu, 07 Desember 2014

Don't Judge a Book by Cover

Tadi malam, aku dan temanku Vena berencana untuk pergi ke acara MTQ yang diadakan disekitar komplek rumah baruku. Belum banyak tetangga yang kukenal selain Vena,yang ternyata dia adalah adik kelasku saat SMP.
“Kak Unge, nanti ikut aku ya, aku punya temen senior alumni dikampusku,namanya Ryan.”
Vena memberitahuku seolah aku ini memang ingin tahu siapa Ryan itu.
Akhirnya aku menganggukkan pada Vena tanpa melihat wajahnya.
Aku berjalan sambil membawa handphoneku, sepanjang jalan aku asyik chatingan dengan pacarku yang berada di jakarta.
Suasana mulai gaduh dan suara-suara sound system yang mengecil dan membesar.
Vena mulai melepaskan genggaman tangannya dariku,rupanya Vena menghampiri Ryan.
“Kak, kak Ryan, sekarang jadi perform kan?” tanya Vena pada Ryan.
Aku mulai tertarik mendengar sahutan dari cowok yang namanya Ryan itu. Kumatikan handphoneku. Dan aku pun melihat kearahnya.
“Hei Vena, udah gede lagi lo! Iya gue jadi perform sekarang, kan yang openingnya gue Ven.” Jawab Ryan sambil memegang Al-Qur’an.
Dan aku benar-benar memperhatikan Ryan.
Sosok yang dimaksud Vena,tampang cowok yang kurang cocok kalau dibilang sholeh itu ternyata benar.  Cowok urakan yang doyan gonta-ganti cewek sekarang berubah, rambutnya rapi dan pakaiannya pun rapi. Aku terkesima melihat gaya berpakaiannya.
Aku pun dibuat penasaran, aku bertanya pada Vena.
“Ven, si Ryan itu nanti mau ngapain dia ?”
“Kakak, lihat aja nanti ya!” jawabnya sambil cengar-cengir.
Acara pun dimulai, Ryan sudah siap berdiri diatas panggung, ternyata Ryan melantunkan ayat-ayat suci Al-qur’an dengan indah sekali, subhannallah.
Aku benar-benar terpesona akan lantunan-lantunannya. Aku semakin ingin mengenalinya.
Menyesal..
Dulu Ryan pernah suka padaku, tapi melihat penampilannya itu aku sudah ilfeel duluan. Aku paham sekarang, aku gak mau melihat seseorang hanya dari luarnya saja, berapa kali aku tertipu oleh penampilan luar itu. Sekarang berbalik, aku yang mulai memperhatikan gerak-gerik Ryan. Tapi aku harus ingat juga, bahwa bulan depan itu aku akan bertunangan dengan mas Iqbal.

Minggu, 30 November 2014

HARGAI WAKTU & TEPATI JANJI !

Dear..my Blog.

Hari ini, gw bener-bener kecewa berat akan semesta alam, kenapa bisa ?

Pagi tadi gw berangkat ke rumah kakak gw, yang letaknya di bandung timur, gw mulai lihai dalam mengemudikan kendaraan berroda empat ini, gw batalkan serangkaian acara mulai dari belanja kebaya bareng temen-temen kampus gw untuk wisuda nanti dan acara kampus gw yang gak habis-habisnya.

Dua acara sengaja gw cancel, lalu gw ingat, temen-temen SMA gw pengen ketemu hari ini sama gw, karna terakhir mereka melihat gw dalam keadaan menyedihkan dan masih menjadi sampah negara Indonesia a.k.a Pengangguran terdidik. Berkali-kali gw koordinir pertemuan ini dan selalu FAILED karna urusan mereka masing-masing, dan kali ini sama halnya.. FAIL and FAKE promise.
Gw ingat, tadi pagi kakak gw, mengingatkan terus buat ngingetin jangan lupa beli tempat sampah yang sudah pernah ditabrak sama cowok gw yang lagi parkir mobil saat itu. Gw coba menghubungi cowok gw agar jangan lupa hari ini, buat beli trash can. Dan jawaban doi simple, maaf gak bisa karna sakit.

Gw perlu buka primbon.com, ada apa dengan hari ini, kenapa orang-orang begitu menyepelekan waktu yang gw miliki ini. Gw bukan orang yang punya banyak waktu luang, hari-hari gw sibuk akan kerjaan. Untuk belajar mobil aja gw cuma punya waktu minggu doang, dan terlebih gw gak jadi dibeliin mobil sama bokap gw. Terimakasih banyak, untuk kalian semua. Gw gak mau nemuin hari seperti ini lagi. Semoga !

Selasa, 18 November 2014

Slowly

November 2014...
Tidak banyak yang kuharapkan dari bulan ini, padahal hari bahagiaku hampir mendekati.
Aku masih ingat akan kabar bahagia itu.
“Nge, gue mau married bulan depan?”
Rupanya itu adalah kabar bahagia dari kawan terbaikku. Aku tertunduk lemas, siap menerima menjadi orang yang terakhir berlomba-lomba mengambil seikat bunga yang akan dilayangkan pada khalayak jombloersss.
Oke, berarti sainganku nanti tak banyak, tak ada Raisa,Reina dan Naya.
Usiaku dan Raisa terpaut 2 tahun, tentunya kalau boleh jujur Raisa lebih muda dariku.  Nasibku tak seberuntung kawanku yang muda dan belia itu. Aku paling sebel rasanya, kalau orang mengira aku ini lebih tua dari pada Raisa, padahal kan itu bener :p .
Hari itu, entah aku harus bahagia atau sedih, mulai nanti gak ada yang bisa kuajak untuk nonton bioskop bareng,karaoke bareng dan...mengemis bareng.
Terkadang aku tak yakin dengan kemampuan diriku sendiri, apa aku sanggup datang diacara pernikahan Raisa tanpa pendamping, aku selalu berpikir yang tak penting.
Kulangkahkan pijakan kaki ini untuk naik ke atas kursi pelaminan (sepertinya penulis terlalu serius), meskipun hanya untuk berjabat tangan dan berpelukan.
“Raisa... gue belum sanggup ditinggal sama lo Ra ! Tapi, semoga lo bahagia ya, satu pesan gue, adek lo umurnya sekarang berapa ? Kagak napalah, adek lo buat gue aja!”
Pelukan dan air mata yang mengalir deras itu membuat Naya dan Reina iba melihatku, akhirnya mereka memutuskan untuk penggalangan dana, “Koin untuk Unge”.
“Lo pikir gue korban kebanjiran ?” sontak aku pada Reina dan Naya.
“Gue gak tega lihat lo nangis gitu sama Raisa.” jawab Naya dengan singkat .
Aku pun mulai kesal dengan tingkah mereka,
“Lo bakar itu kardus sama koin-koinnya ! Gue kagak butuh itu Naya...Reinaaa. sekali lagi gue bukan korban kebanjiran !”
“Lo juga kebanjiran Nge, kebanjiran air mata, ha ha ha”
Tawanya Reina membuatku menjadi semangat dalam menjalani hidup.

Aku paham, kenapa aku baru paham sekarang. Seharusnya pikiranku ini gak sedangkal itu. Kepergian kawan-kawanku yang sudah lebih dulu menikmati kehidupan yang lebih bahagia itu jangan kujadikan beban, aku masih harus mengejar karirku, dan aku yakin akan ada saatnya kebahagiaan itu datang menjemputku tanpa kuduga. 

Sabtu, 13 September 2014

Happy Graduation

Orang-orang akan selalu mengucapkan, "Happy Graduation darl, dear,beb,say,Nge!"
Hari itu, sabtu tepatnya aku lulus kuliah menyelesaikan studi S2ku, yang kupikir aku tidak akan pernah bisa lulus. Tidak ada yang berkesan begitu aku lulus, baik di dalam maupun di luar sidang. Di luar hanya ada teman-teman seperjuanganku, tidak ada seseorang yang membuatku merasa spesial. Tetapi, dari jauh sudah terlihat ada cewek yang berlari menghampiriku, mataku agak rabun, jadi aku belum bisa melihat jelas siapa dia.
"Ungeeeee!!!" Teriak cewek itu.
Ah rupanya kawanku, Dira.
"Dira... gue pikir lo gak akan datang ke bandung." Tanyaku sambil memeluknya.
"Gue pasti datanglah, kapan lo wisuda? Gue di bandung hanya sampai besok aja." Tanya Dira dengan wajah yang sedikit lelah.
"Yah..gue bulan depan wisudanya Dir, masa lo gak bisa datang ?"
"Sorry Nge, gue gak janji!"
Jawaban Dira, membuatku semakin gak bersemangat menjelani kehidupan selama satu bulan kedepan.
Aku dan Dira pun pulang, dan kami bergegas menuju tempat makan untuk perayaanku yang baru saja usai sidang.
Sesampai di tempat makan, Dira bertanya padaku.
"Nge, kapan lo married ?"
"Pertanyaan lo Dir, gue gak mungkin nikah tahun ini juga. Pendamping wisuda aja gue belum punya Dir.." jawabku pesimis.
"Tenang Nge, gue yakin dibanding gue, kayaknya yang duluan married itu lo Nge.,"
Jawaban Dira memberikan semangat untukku. Sayang itu belum tentu terjadi, dipikiranku siapa yang akan jadi pendamping wisuda untukku.
Dira pun pulang menuju hotel dimana dia tidur disana selama dua hari, dan aku pun pulang dengan raut wajah yang tidak semangat.
Saat aku masuk mobil, tiba-tiba ada cowok yang menghampiriku, tapi aku kurang mengenalnya.
"Unge!" Sapa cowok berkacamata itu.
"Iya siapa ya ?" Tanyaku dengan heran.
"Woah parah kamu pura-pura lupa gitu! Aku Edo temannya Vira." Jawab cowok itu yang mengaku dia sebelumnya pernah berkenalan denganku.
"Edo ? Ada hubungannya sama Vira ?"
"Haduh Unge, kamu ini masih aja bloon!"
Hah, berani banget itu cowok bilang-bilang bloon, bikin makin kesel aja. Aku pun langsung masuk ke mobil dengan wajah yang kesal.
"Heh, Nge ! Buka dulu, kamu kenapa sih?" Tanya cowok itu, sambil mengetuk-ngetuk pintu mobilku.
Dan akhirnya aku pun membukakan pintu kaca mobilku dan dengan marah aku berkata,
"Kamu ini siapa ? Saya gak kenal sama kamu, kalau Vira iya saya kenal, dia kan temen kantorku dulu!"
Cowok itu malah ketawa,
"Ya udah aku masuk nih ya!"
Dia pun dengan PD masuk ke dalam mobilku. Dan aku pun hanya mengangguk saja.
Selama 15 menit dia mengembalikan memori di 5 tahun yang silam, saat aku jalan-jalan di mall dan bertemu dengan Vira juga Edo, aku pun dikenalkan oleh Vira. Sayang saat itu aku masih bersama pacar terlamaku dan Edo masih berpacaran dengan Nafissa. Tapi sekarang Edo bercerita padaku, dia sudah putus dengan Naffisa 2 tahun yang lalu, begitu pun aku sudah berakhir bersama pacar lamaku, 1 tahun yang lalu dan hingga sekarang masih menyandang status SINGLE.
Dari pertemuanku bersama Edo satu minggu yang lalu, Edo ternyata hadir di acara wisudaku. Aku senang sekali, padahal Edo dan aku hanya berteman saja. Dira pun juga ikut hadir bersama Vira. Ah Tuhan, aku sangat senang sekali saat itu. Aku mendapatkan 3 bunga dari orang-orang yang berarti buatku. Kakak, Dira dan.. Edo, yang menjadi tunanganku sekarang.

Mendadak Ilfeel

Bimo adalah salah satu karyawan bank swasta di Jakarta. Kesehariannya lebih banyak disibukkan dengan pekerjaannya, bahkan hingga weekend menjelang pun ia harus tetap bekerja jika memang saat dibutuhkan. Dari zaman sekolah sampai ia sudah menjadi seorang karyawan, ia belum pernah mendapatkan kekasih sesungguhnya. Sempat Bimo berkenalan dengan rekan sejawatnya, namun malang sekali nasib Bimo, ternyata perempuan itu adalah pacar teman Bimo sendiri, Renald.
"Hai Shila, baru datang ?" Sapa Bimo saat Shila yang sedang terburu-buru menuju ruang kerjanya.
"Hai om, iya nih Shila telat lagi, takut dimarahin ibu bos ah Shila mau menyelinap lewat sini. " jawab Shila dengan raut wajah yang lucu.
Sebentar, saat itu Bimo langsung meninggalkan Shila, padahal masih banyak kata pujangga yang akan Bimo lontarkan untuk Shila.
Rupanya Bimo kesal sendiri pada Shila, karna dari awal masuk Shila mulai kerja, Shila selalu memanggil Bimo dengan sebutan om, padahal usia mereka hanya terpaut 8 tahun. (Ya cocok kali dipanggil om)
Jam pulang pun sudah tiba, saatnya Bimo bertemu dengan kawannya itu, Renald. Bimo menancap gas menuju Cafe dimana Renald sudah menunggunya dari 15 menit yang lalu.
Akhirnya Bimo pun sampai di cafe tersebut.
"Halo nih bro, lama banget lo kesininya !" Teriak Renald pada Bimo yang sedang berjalan menuju kursi dimana Renald sedang duduk.
"Ah gue telat 30 menit doang juga. Lo udah pesan apa nih?" Jawab Bimo yang langsung membukakan buku menu cafe.
"Gw udah habis 2 gelas loh, lo pesan aja!"
Bimo pun memesan makanan berat kesukaannya dan tak lupa minuman menyegarkan yang sehat, susu soda.
Bimo pun menceritakan pada Renald, di kantornya ia bertemu dengan gadis cantik yang masih muda dan terkesan sensual dimata Bimo.
"Haha jadi lo lagi naksir anak baru! Tapi cewek gue juga kerja di kantor lo deh Bim, baru semingguan lah. "
Bimo masih belum sadar bahwa Shila adalah kekasihnya Renald.
"Yang jelas Ren gue bukan naksir cewek lo ya, cewek yang gue taksir ini udah bener-bener lain dari pada lainlah." Singkat Bimo.
"Iya gue tau kok Bim, selera lo kan keren gitu Bim, mangkanya sampai sekarang lo jomblo terus." Jawab Renald sekaligus memberi sindiran pada Bimo.
Ponsel Renald pun berbunyi, karna ponsel Renald diletakkan diatas meja, otomatis Bimo bisa melihat siapa yang menelpon Renald.
Bimo pun terkejut bukan main, ternyata terpampang nama penelponnya itu adalah "cayang chila" .
"Bentar Bim, cewek gue nelpon nih."
Terdengar dari percakapan Renald dan kekasihnya itu,sesekali Renald menyebutkan nama cayangku chila.
Bimo masih berpikir positif, mungkin memang namanya Chila bukan Shila. Namun sayang, Tuhan berkata lain, Bimo harus siap menelan pahitnya kenyataan yang terjadi.
"Ren, nama cewek lo siapa itu yang kata lo kerja di kantor gue juga, chihuahua ?"
"Lo kata cewek gue anjing apa. Shila nama cewek gue, cuma dia pengen dipanggil Chila Chila mulu.
Bimo langsung diam. 5 menit kemudian Bimo tersenyum pasrah. 3 menit kemudia Bimo pergi ke toilet. Dan kembali menemui Renald dengan wajah yang lebih ikhlas.
Renald pun kembali menanyakan siapa nama perempuan yang Bimo taksir.
"Jadi gimana Bim, kelanjutan lo sama cewek yang lo suka itu ?"
Bimo pun menjawab dengan rileks,
"Gak tau sih Ren, mendadak gue jadi ilfeel lihat tingkah itu cewek yang sok imut, sok cantik lagi."

Sabtu, 05 Juli 2014

Jawaban Bukan Pilihan

Siang telah hilang
Angin membawaku terbang
Malam telah menjelang
Bintang menemaniku senang
Aku menggapai satu kilauan
Kilauan yang sulit kuraih
Aku mengharap satu harapan
Harapan yang mudah kuraih

Hanya ada satu pengabulan
Kau berada dalam pilihan
Kau tak bisa habiskan,
Sisa pilihan untuk pengampunan

Aku enggan tuk mengatakan
Aku ingin satu pilihan,
Bukan banyak alasan
Aku ingin menjadi pilihan

Kau tak bisa melihat
Dari mata hingga hati
Kau tak bisa meraba
Dari apa isinya hati
Aku paham derita ini
Sakit bukan kepalang
Aku paham cerita ini
Menjerit seakan perlahan

Selasa, 24 Juni 2014

Ketika Kecantikan Menjadi Sebuah Ujian

Aku menatap jelas perempuan yang duduk tepat didepanku saat aku menumpangi angkutan umum yang mengantarkanku ke tempatku pergi menuntut ilmu. Tempat kost-kostanku tidak jauh dengan kampusku, cukup naik 1 kali angkutan umum pun juga bisa.
Perempuan itu sungguh cantik sekali, wajahnya tidak membosankan untuk kulihat, aku berkata dalam hatiku, andai saja aku ini kaum adam, aku pasti jatuh cinta padanya. Perempuan itu sepertinya mulai risih saat mataku ini tak henti memperhatikan gerak-geriknya. Rambutnya terurai sebahu, tatapan matanya itu begitu sensual, bibir tipisnya pun juga tak kalah dengan tatapannya, sensual.
Tiba-tiba perempuan itu pun turun dari angkutan umum yang aku tumpangi, rupanya ia lebih dulu dari pada aku. Saat ia akan turun dari tempat duduknya itu, tampak begitu repot sekali. Tangan kirinya selain menenteng tas yang ia bawa ia juga harus menutupi pada bagian leher bajunya yang terlalu lebar sehingga belahan pada dadanya itu terlihat, dan tangan kanannya harus menutupi belakang bajunya, karna jika ia menunduk maka bagian-bagian yang tidak diinginkan pun akan terlihat juga.  Ia pun turun dari angkutan umum dengan mulut yang komat-kamit. Entah ia merasa direpotkan dengan pakaiannya atau memang merasa risih, karna sejak aku duduk, mataku tak henti memperhatikannya.
5 menit kemudian aku minta diberhentikan tepat didepan kampusku. Aku pun tak lupa membayar ongkos yang biasa aku berikan sebesar Rp 1500,. Sesampai aku di kelas, aku menceritakan perempuan yang tadi lihat di angkutan umum pada temanku, Gea. Rupanya Gea mengenali siapa perempuan itu, malah ternyata perempuan itu adalah icon kampusku yang memang terkenal, hanya aku saja yang baru melihatnya. Namanya adalah Erva.
Erva adalah mahasiswi semester 7 yang seangkatan denganku namun berbeda fakultas. Erva memang cantik dan proporsional, tak sedikit mahasiswa baik junior hingga senior yang dibuat terbelalak oleh pesonanya. Bahkan hingga dosen-dosen pun tak mampu menutupi rasa keinginannya untuk sekedar mengobrol basa-basi atau mengajak dinner. Aku cukup bangga padanya, ia memang cantik dan banyak penggemarnya, pasti dengan kecantikannya itu ia hidupnya bahagia. Erva pun menghampiri tempatku dan Gea yang sedang duduk menunggu kuliah jam kedua.
Aku pun memberikan senyum untuknya. Tapi sayang, dia begitu jutek. Mungkin dia masih kesal karna satu angkutan tadi pagi bersamaku. Aku benar-benar memuji habis-habisan pada Erva. Tapi, terdengar suara Azam yang sedang membicarakan Erva, padahal Erva itu ada disampingku. Aku gak tahu dimana letak kesopanannya Azam, bisa saja Erva itu mendengar omongan kasarnya Azam yang sedang membicarakannya.
“Bro, si Erva cantik ya ! Sayang gak bertudung. “ cerita Azam dengan berbisik hingga terdengar sampai ke kupingku, pada salah satu teman kelasku juga Akhsan.
“Munafik lo zam, gue tahu mantan-mantan pacar lo juga kebanyakan gak bertudung, kenapa lo menyayangkan Erva gak bertudung ?” jawab Sidiq, dan jika aku ada dalam perdebatannya aku akan sangat pro sekali sama jawaban Sidiq.
“Justru itu bro, gue hanya mampu bertahan 1 sampai 3 bulan dengan mantan-mantan gue yang gak bertudung, dibanding dengan mantan terakhir gue...”
Azam pun tidak melanjutkan jawabannya itu, lalu Sidiq pun meminta Azam untuk meneruskan jawabannya itu.
“Mantan terakhir lo siapa ? Chika kan ? Dia juga tidak bertudung zam !”
“Mantan terakhir gue itu Nafissa bro, lo gak tau dia siapa, karna hubungan gue sama Nafissa hanya sampai 2 minggu. “ tukas Azam dengan wajah yang kecewa.
Erva pun pergi dari tempat duduk tepat disampingku. Aku pun menegur Azam untuk tidak membicarakan Erva.
“Azam ! gara-gara lo Erva pergi noh ! Lo gak kira-kira kalau ngomongin orang tuh !”
Ternyata Azam tidak menyadari Erva duduk disampingku. Azam pun malah dengan lantang menceritakan mantan pacar terakhirnya itu, dan tanpa sadar aku pun terbawa hanyut oleh cerita cinta Azam.
Mantan pacar terakhir Azam adalah Nafissa, mahasiswa PTN di Bandung juga. Menurut Azam, Nafissa gak kalah cantik dengan Erva, hanya saja Nafissa lebih memberikan kesan penasaran, meskipun ia tidak bertudung, tapi ia mampu menutupi bagian-bagian yang memang sensitif. Lain halnya dengan Erva, yang selalu berpakaian ketat. Azam memang berniat serius pada Nafissa, hanya saja Nafissa lebih pintar melihat kelakuan Azam yang memang sering bergonta-ganti pacar dan terlebih sering juga Azam membawa perempuan masuk ke kamar kostnya. Dengan alasan ada tugas kuliah yang tidak ia mengerti.
Azam pernah memberi tantangan pada Nafissa,
“Naf, kamu itu cantik sayang. Tapi lebih cantik lagi kalau kamu bertudung!Aku pengen lihat kamu bertudung.”
Nafissa pun mengangguk tanda setuju. 3 hari kemudian Nafissa meminta Azam untuk menemuinya di kampus Nafissa.
Azam sangat terkagum-kagum pada Nafissa, menurutnya dari sekian banyak mantan-mantannya itu hanya Nafissa yang mampu menerima tantangan dari Azam. Sayangnya Nafissa punya rencana lain.
“Naf, subhannallah benar kataku naf, kamu cantik banget!”
“Allhamdulillah zam, kamu sudah memberi bahan untukku, sampai-sampai aku hampir lupa sama janjiku sama Allah!”
Saat mendengar jawaban Nafissa, Azam tampak tersenyum bangga akan dirinya sendiri, karna ia bisa menaklukan perempuan paling cantik menurutnya.
“Syukurlah naf, kalau ternyata keinginanku ini memang janjimu sama Allah.”
“Azam, aku bertudung bukan karna semata-mata aku mengiyakan keinginan kamu. Kita ini masih pacaran, dan hanya baru 2 minggu. Aku memang sudah ada niatan untuk bertudung saat aku semester 1 dan aku akan semakin memantabkan jika aku sudah menikah nanti, tetapi tak sia-sia istikharahku sepanjang aku saat semester 1 hingga semalam tadi memberikan jawaban bahwa ini saatnya aku bertudung dan memilih pilihan calon hidupku!
Ada perasaan kecewa dan sekali lagi sedikit bangga akan dirinya Azam juga, karna Azam sudah yakin, Azam akan dipilih untuk menjadi calon dikehidupannya Nafissa. Padahal jawaban Nafissa,...
“Hubungan kita cukup disini saja Azam!”
Nafissa meninggalkan Azam saat itu juga hingga sekarang ini. Azam begitu kecewa dan menaruh dendam pada Nafissa. Tampak wajahnya memerah saat Azam menceritakan bagian kisahnya yang satu ini.
 Dari kasat mataku, Azam terlalu egois. Menurutnya semua perempuan-perempuan yang ia pacari itu harus menuruti apa keinginan Azam. Azam memang terlahir dari keluarga yang serba berkecukupan, jadi semasa hidupnya memang selalu dimanjakan oleh harta-harta yang dimiliki orang tuanya. Berapa banyak perempuan yang disakiti oleh Azam hingga berdatangan kekelasku. Saat perempuan-perempuan yang memang cantik itu berlutut dihadapan Azam, jawaban Azam hanya simple.
“Hei sudah jangan berlutut gitu, aku bukan Tuhan kamu sayang. Nomor rekening kamu berapa ? Nanti pulang kuliah aku transfer !”

Aku gak tahu asal-muasal cerita cinta mereka itu seperti apa, yang jelas Azam selalu menjawab seperti itu, “Nomor Rekening”. 

Senin, 16 Juni 2014

Panah Berbentuk Hati

Nobita adalah gadis fresh graduate dari universitas swasta di bandung yang baru saja lulus 2 tahun yang lalu. (Fresh graduate bagian mananya ??) Dia tak pernah mau mengakui tahun angkatan kuliahnya, karna menurutnya kalau dia berkata yang sebenarnya, otomatis orang-orang sekitarnya akan mengetahui tahun kelahiran dia yang sesungguhnya. Kritis memang, tapi ya seperti inilah kelakuan gadis berusia 23 tahun ini. Ups !
Nobita atau biasa dipanggil dengan panggilan Nobi merasa sudah hilang arah karna pujaan hati yang diidam-idamkannya belum jua berkunjung mengunjunginya di Jakarta Raya ini.
2 tahun yang lalu Nobi memutuskan untuk berurbanisasi dari Cianjur ke Jakarta. Meskipun tempat lahir Nobi kurang terlihat keren karna terlahir di Cianjur, tetapi paras wajahnya akan mengalahkan beberapa wanita yang lahir di Subang,Tasikmalaya dan Garut. Cantik. Tidak bisa dipungkiri, Nobi terlahir menjadi seorang wanita yang cantik. Tidak ada setitik noda yang terlihat dari luar Nobi, mungkin bisa saja di dalamnya terdapat panu. Tapi itu tidak menjadi masalah untuk Nobi, cukup oleskan salep semua lancar.
Unge selalu hadir dalam acara apa pun bersama Nobi, karna hanya Unge lah yang selalu membawa keceriaan bagi Nobi. Gaya khas kepanikan Unge, selalu membawa Nobi ke dalam toilet, karna Nobi tengah dibuat pipis dicelana akan tingkah kepolosan Unge.
Saat itu hari senin, Nobi dan Unge pergi ke sebuah undangan pernikahan teman Nobi yang bertempatkan di bandung. Nobi pun sengaja meliburkan dirinya dari pekerjaan yang menurutnya terlalu monoton. Nobi berangkat menuju bandung. Sesampai di bandung, Unge sudah menjemputnya.
" Ohh senangnya hati gue, lo selalu tepat deh kalau jemput gue !" Seru Nobi pada Unge yang sudah menunggu Nobi sejak 30 menit yang lalu.
" Buruan lo masuk, keburu kehabisan bunga pengantinnya ! " jawab Unge dengan ketus.
" Lah bukan makanannya yang keburu habis Nge ? " tanya Nobi terheran-heran.
Unge pun malah balik bertanya pada Nobi, " Inget gak Nobi.. umur lo sekarang itu berapa ? "
" Masih 23 tahun Nge, kan lo diatas gue umurnya. Santai saja lagi, gue belum mau nyusul lo kok ! "
" Gue kan sudah ada calonnya, lo apa kabarnya 23 tahun belum dapat cowok juga ! "
Nobi pun termenung sejenak. Dia berpikir, ada benarnya perkataan temannya itu.
Unge pun langsung tancap gas menuju jalan gatot subroto. Sesampai di sana, Unge asyik dengan pilihan-pilihan stand makanan di sana. Dan Nobi membaur dengan teman-teman kuliahnya dulu.
Nobi pun dikenalkan dengan teman kuliahnya itu yang berbeda fakultas dengannya. Akhirnya Nobi dan Adith berkenalan.
Rena pun memanggil Nobi.
" Nobi, sini lo ! "
" Woah... lo Ren, keren sudah hamil lagi. Lo kapan nikahnya Ren ? "
Nobi pun malah mengajak Rena untuk berbasa-basi.
" Gak penting ah ! Cowok lo mana ? "
" Kok kagak penting, itu calon anak lo masak gak penting Ren. Gue single ! "
" Maksud gue, pertanyaan lo ke gue kagak penting. Mau gue kenalin sama si Adith gak ? "
" Adith ? Siapa memangnya ? "
" Adith, anak fisip ! Dulu lo sempat suka kan sama dia ? "
" Gue gak tahu Ren, yang mana sih ? "
Nobi memiliki sifat pelupa yang permanen. Kini, Rena pun memanggil Adith yang sedang mengobrol dengan Unge.
Adith pun menghampiri Rena dan Nobi.
" Woah... lo Ren, keren sudah hamil lagi. Lo kapan nikahnya Ren ? "
Nobi pun keheranan, sepertinya kalimat pertanyaannya Adith sama persis dengan pertanyaannya tadi pada Rena.
Rena pun tidak menjawab pertanyaan Adith.
" Adith, sini gue kenalin lo sama teman kampus gue ! "
Rena pun memberi kode pada Nobi untuk menjabat tangan Adith.
" Halo Adith, gue Nobi. "
" Oh, gue Adith. "
Rena malah meninggalkan Adith dan Nobi. Dengan wajah tersipu malu dicover dengan kecantikannya, Nobi terlihat gugup saat mengobrol dengan Adith.
Adith pun meminta kontak Nobi yang bisa dihubungi dengan alasan Nobi akan diajak Adith untuk acara pemotretan. Wajar saja, Nobi memiliki postur tubuh yang ideal.
1 bulan kemudian...
Adith tak kunjung menghubungi Nobi dari setelah pertemuan terakhir mereka di Jakarta, saat Adith menjadi panitia pameran photography di sana.
Rupanya Adith tengah mempersiapkan sesuatu untuk Nobi, jika Nobi nanti tiba di bandung, dibantu oleh teman sekolahnya dulu di SMA, Unge. Adith merasa yakin, sureprise ini akan berhasil untuk Nobi.
Nobi pun menceritakan kegalauannya terhadap Adith. Ternyata diam-diam Nobi memang menaruh harapan pada Adith. Tapi itu semua tidak bertepuk sebelah tangan. Adith mengabulkan semua pengharapan Nobi.
Tepat pukul 8 malam di sebuah cafe bandung, Adith menyatakan cintanya pada Nobi.
Malam menjelang tidur, Nobi hampir tidak bisa tidur semalaman. Nobi merasa seperti melayang dan tertusuk oleh anak panah yang ujungnya berbentuk hati.
TAMAT.

kapan itu semua terjadi pada penulis ???

Jumat, 06 Juni 2014

Belum Ada Judul

Tiga tahun yang lalu itu aku masih berstatuskan mahasiswa perguruan tinggi swasta di Bandung yang memiliki segudang... (prestasi?) masalah. Mulai dari sulitnya bangun tidur di pagi hari, sulitnya beradaptasi dengan mata kuliah inti, sulitnya menerima keadaan bahwa, “Bunga ! Saya harus bilang berapa kali sama kamu, kamu itu kenapa sih tiap mata kuliah saya ini gak pernah lulus. Ini sudah kedua kalinya kamu gak lulus, dan sekali lagi saya kasih kesempatan kamu bertemu saya dengan mahasiswa-mahasiswa junior di semester mendatang.”
Aku mendapatkan kalimat-kalimat seperti itu sejak aku semester dua hingga semester enam dan terhenti saat aku semester delapan. Tuhan begitu baik padaku, aku lulus di semester sepuluh, memang aku tertinggal diantara yang lainnya, tapi tak apalah, toh endingnya aku tetap lulus dengan IPK memuaskan. Lumayan.
2 bulan setelah aku menyandang gelar Sarjana Ekonomi, aku mendapatkan pekerjaan yang cocok dengan hatiku, sayangnya aku harus berangkat ke Jakarta, karna penempatan kerjaku di Jakarta. Penuh tangis dan haru saat kedua orangtuaku mengantarkan kepergianku, padahal aku di Jakarta bukan di Singapura, tetapi orang tuaku menangisiku seolah aku akan pergi jauh, ya maklum mungkin karna aku anak satu-satunya.
“Nak, ingat ya kamu harus kabarin ayah selalu ! Pagi saat kamu bangun tidur, siang saat kamu makan siang, sore saat kamu pulang dari kantor dan malam saat kamu akan tidur. “
Ayahku memberi petuah yang sangat panjang sekali. Sampai-sampai aku hampir lupa dalam satu minggunya.
“Unge!! Kamu ini kebiasaan ya gak ngabarin ayah. Sudah berapa kali yah bilang sama kamu, kabarin terus ayah dalam satu hari itu! “ ayahku protes, saat aku sedang jam kerja, pukul 10.00 pagi.
“Aduh ayah...Unge sibuk yah, ayah tahu ini Unge lagi dimana ?” tanyaku pada ayah yang sedang memegang shower.
“Memangnya kamu ini dimana ? “
“Unge di toilet ayah. Unge udah 3 hari belakangan ini diare terus yah !”
Ayah malah langsung menutup telponnya. Namun 15 menit kemudian, aku mencoba bertahan hidup dengan diareku ini. Aku kembali ke meja kerjaku, saat aku duduk, teman kerjaku Bowo menatapku dengan tajam dan penciuman yang sinis.
“Bowo, lo apa-apaan sih ngelihat gue kayak lihat penjahat aja!” tanyaku pada Bowo yang sedang menyalakan musik di meja kerjaku.
“Jadi lo pelakunya ya ?” jawab Bowo dengan menunjuk-nunjuk kearahku.
“Lo apa-apaan sih. Makin gak ngerti gue!” tanyaku lagi dan tidak menghiraukan Bowo.
“Jadi lo yang bolak-balik toilet dan lo gak siram tokai-tokai kepunyaan lo itu!”
Saat itu juga aku langsung menyekap Bowo dan mengikatnya lalu aku aku masukkan kedalam karung, dan tak lupa aku memberinya obat CTM 5 butir (CTM=Obat alergi gatal-gatal yang menyebabkan kantuk) yang aku paksakan agar Bowo mau meminumnya. Lalu aku buang Bowo ke gudang belakang.
Serammmmm!!
Bowo membuatku kaget untung saja volume suara Bowo tidak terlalu kuat. Akhirnya aku berikan rokok mahal sejakarta raya untuk Bowo sebagai tanda persahabatan yang erat, agar Bowo tidak menceritakan rasahasia agent FBInya ini.
Handphone aku pun berbunyi lagi dan nomornya tidak aku kenal, yang jelas ini dari Bandung.
“Halo !”
“Iya selamat siang Unge. Saya Dokter Agus dari Klinik Antapani Sentosa. Unge barusan Pak Suryadi Jasmin menelepon saya, katanya kamu sedang diare sudah 3 harian ya ? Saya akan menuju kantornya Unge ya sekarang !”
“Apa ? Itu kan ayah, dok sebentar dok, disini juga banyak dokter kok, saya juga sekarang mau izin ke kantor mau periksakan diare saya ini !”
Terdengar dari dokter Agus itu seperti kontra mendengar jawabanku itu, tapi ayah kali ini khawatirnya kebangetan. Di jakarta juga banyak klinik dan rumah sakit, masa iya yang dari Bandung harus bela-belain ke Jakarta, malah nambah besar biaya yang ada.  Aku pun  menelepon ayah, untuk memberi kabar bahwa aku sudah ditangani oleh dokter disini, yang letaknya tidak jauh dari kantorku.
Ada yang membuat mataku tertuju pada billboard yang menginformasikan ada pameran photography di Braga Bandung pada hari sabtu nanti. Aku pun memberikan informasi ini pada Bowo, karna Bowo memang sangat menyukai dunia photography. Bowo pun setuju hari sabtu nanti ia akan ikut bersamaku ke Bandung.
Sabtu...
Aku dan Bowo sampai di Braga, Bowo pun tak lupa membawa kamera tercintanya.
Saat aku duduk manis di Sweet Cafe, di balik kaca jendela itu aku melihat seorang pria yang tengah berpakaian perlente yang sedang mengatur para karyawannya. Aku tanpa Bowo saat itu, karna Bowo sedang mengitari pameran photography dan aku memutuskan aku untuk menunggunya saja disini.
Aku menatap tajam siapa pria itu, dan akhirnya pria itu tepat bertatapan denganku. Aku pun memberikan senyum untuknya, dan pria itu pun membalasnya. Aku mengenalinya..
“Hai mas, sedang apa disini kayaknya lagi sibuk ya?” tanyaku seraya berjabat tangan dengannya.
“Saya lagi kerja disini. Sendirian aja kamu Bung ? “ jawabnya dan sekaligus bertanya padaku.
“Aku bareng sama temanku mas, cuma dia lagi lihat-lihat pameran di luar sana.”
Aku dan mas Endro pun mengobrol panjang sampai aku lupa kemana Bowo hingga jam sekarang ia belum kembali ke cafe ini.
Aku pun berpamitan dengan mas Endro untuk menyusul Bowo. Dan tak lupa kami bertukeran pin bbm.
Mas Endro dulunya adalah dosen yang tidak meluluskanku dimata kuliah ekonomi hingga dua kali, selain menjadi dosen, sekarang ia menjadi CEO di Sweet Cafe. Setelah aku lulus kuliah mas Endro selalu meminta untuk ditemani ke toko buku milik ibuku dengan alasan ada lowongan pekerjaan yang cocok untukku, dari situlah awal mulanya mas Endro ingin dipanggil dengan sebutan mas, agar tidak ada senioritas diantara kami katanya.


Bersambung... 
Mau belajar dulu penulisnya buat negara Indonesia supaya semakin berjaya

Selasa, 03 Juni 2014

Be honesty

Jujur itu akan mendapatkan reaksi yang meyakitkan dari orang-orang yang mendengar pernyataan kejujuran. Pahit benar memang rasanya, tetapi ya...inilah kejujuran.
Saat aku mengakui, “Ya, sayang itu semua adalah asset yang aku miliki, kenapa ? Kamu kaget aku lebih kaya dari kamu ?”.
Saat aku mengakui, “Ma, maafin aku, aku gak lulus!”.
Saat aku mengakui, “Kak, sebenarnya aku yang ceritain tentang pacar kakak baru itu sama mantan kakak.”.
Reaksi jawaban dari tiga kejujuranku di atas adalah, “Pembohong, bodoh dan mulut ember korban susu formula di  tahun 90.” Ada yang nyambung ada yang tidak nyambung juga, akan aku hargai jawaban mereka karna aku sudah berkata jujur. Dan ada satu hal lagi, aku pun juga sama aku pernah menerima salah satu kejujuran dari mantan pacarku dulu yang bernama Raymon.
“Sayang, kamu tahu gak aku punya sesuatu buat kamu.”
Aku pun bertanya pada Raymon dengan rasa penuh penasaran,
“Apa sayang aku boleh tahu gak ?”
“Boleh dong ! Aku punya pacar dua sayang! “
Sesaat semuanya terhenti selain detak jantungku.
Hening. Aku berpikir, apakah Ray ini bercanda atau serius, karna Ray ini adalah mahasiswa fakultas Seni yang kuliah di kampusku juga.
“Kamu itu ya bercanda mulu !” aku pun mencubit lengannya dengan lembut.
“Sayang coba aku tanya. Ada wajah bercanda gak dari raut wajahku ini ?”
Aku mulai yakin bahwa aku adalah istri mudanya (pacar keduanya). Aku langsung geram. Aku murka. Aku muak. Aku cabik wajahnya dengan kuku-kuku di jari tanganku yang indah.
“Lo brengsek monyet !!!”
Croooooooot! (Maaf salah bunyinya) Sreeeeeeeetttttt!
Bunyi gurih-gurih nyoooy itu membekas di wajahnya Ray. Dan Ray pun mengerang kesakitan.
“Aww! Aku tahu aku pantas dapat perlakuan ini dari kamu. Tapi mau gimana lagi ini kenyataan sayang ! “
Ray masih memanggilku dengan panggilan sayang.
“Salah gue ? Bilang sama gue letak kesalahan gue selama ini sama lo dimana ?” tanyaku yang menangis haru biru.
“Kamu bohong sama aku ? Ingat kan Nge, saat kamu bilang sama aku kalau ternyata semua asset itu adalah milik kamu, bukan milik ayah kamu. “
Ray pun akhirnya memanggilku dengan nama panggilanku sesungguhnya.
Itulah kejujuran yang harus aku terima, saat Raymon ternyata memiliki dua wanita dan salah satunya aku.
Awalnya aku ragu dengan kejujuran yang pahit itu, tapi aku berpikir lagi, mau sampai kapan aku akan dibohonginya terus-menerus. Berarti ada bagusnya dia telah berkata jujur. Dan hingga detik ini, aku mulai terbiasa dengan orang-orang yang berbicara jujur padaku.
Terkadang berbohong itu memang sungguh manis, berakting dengan indah tanpa kamera. Seperti pemain pencak silatlah. Loh ???

“Sepenggal kisah,
Hari ini adalah resmi satu tahun aku tanpanya, dan ini berarti nazarku berhasil, kami bisa melepaskan ikatan kami yang sempat diwarnai dengan pertengkaran. Semua kisah dengannya sudah berakhir, jangan terlalu banyak menengok ke belakang, selain menyebabkan sakit leher, sakit hati juga terutama.
Selamat tinggal masa lalu, masa kini akan aku hadapi dengan kejujuran dan berpikir dengan positif. Terimakasih kamu sudah menjadi bagian tersuram dikehidupan cemerlangku. “

Senin, 26 Mei 2014

Live is Adventure

Pukul 11.00 pagi, entah aku harus mengatakan ini siang atau pagi. Bagiku hari-hari yang ku lalui akhir-akhir ini begitu cloudy. Padahal Jakarta siang ini begitu panas. Memang selalu diwarnai dengan suasana panas dan gerah. Hampir 2 bulan aku menyandang status single setelah 2 bulan yang lalu kami resmi berpisah. Ya benar, aku dan suamiku memutuskan untuk bercerai, perceraian memang menyakitkan untuk kalangan apapun, terlebih dengan status baruku, single parent. Anakku sekarang usianya 2 tahun dan satu lagi adiknya berusia 1 tahun. Aku dan suamiku sepakat hak asuh anak pertama ada bersamaku dan si bontot anakku bersama ayahnya. Keluarga begitu kecewa dengan keputusan kami berdua. Karna korbannya adalah anak kami sendiri. Aku tidak menginginkan perceraian ini. Tapi bagaimana bisa, suamiku yang aku kenal sejak 3 tahun silam itu bermain api di belakangku bersama wanita lain. Wanita itu tidak lain adalah adikku sendiri.
Aku tidak tahu mengapa Tuhan memberi cobaan seberat ini, apakah adikku masih pantas untuk aku panggil sebagai saudara kandungku ?
Suamiku bajingan, ia tidak bisa melihat mana kawan mana lawan .
Usia pernikahan kami yang baru saja berjalan 2 tahun 6 bulan ini, tidak layak untuk aku sebut bahwa ini adalah pernikahan sakral.
Aku tidak menyumpahinya dengan sumpah serapah yang bertubi-tubi. Aku hanya bertitip, anak bungsuku harus dirawat dan dibesarkan dengan kasih sayang dan cinta yang tulus, meskipun anakku akan mendapatkan kasih sayang dari ibu tirinya yang berawal dari skandal mantan suamiku dan adikku.
Aku sekarang tinggal di apartment yang dekat dengan rumah ibuku bersama anak pertamaku. Proses perceraian kami sedang berjalan. Aku berharap Tuhan akan memberikan jalan yang terbaik untuk aku dan anak-anakku.
Karna aku yakin dibalik masalah ini akan ada jalan keluar terbaik yang menanti kami (aku dan anak-anakku).

Inspiring by Ms. Hanna, 23 yo.

Jumat, 23 Mei 2014

Terimakasih Kawan !

Sore itu terlihat awan putih berubah menjadi warna kelabu. Mendung menjadi jawaban saat itu. Tampak di sebelah barat sana, hujan sudah mengguyur bandung raya dengan deras. Aku berencana hari ini akan pergi bersama kawanku yg sudah lama menunggu di tempat biasa untuk sekedar mengopi di Starbuck Coffee .
Ponsel aku pun berdering,
" Halo.. "
"Nge, lo dimana ? Gue udah mau jamuran nih nungguin lo ! "
" Sabar..."
" Kenapa gue disuruh sabar ? "
" Ingat orang itu disayang Tuhan. "
" Ah baku banget sih lo ! Lo kenapa ?"
" Bahas nanti aja, gue cabut sekarang ! "

Aku pun pergi menuju ke arah bandung tengah, dimana Raisa kawanku berada disana. 20 menit kemudian aku sampai tepat berada dihadapan Raisa.
Raisa nampak bahagia menyambut kedatanganku yang berwajah kelabu ini.
" Lo kenapa ? Coba ceritakan pada kawanmu ini " tanya Raisa sambil membelai-belai rambut sebahuku ini.
" Gue... "
Belum sempat aku menceritakan kisah laraku ini, Raisa sudah memotong pembicaraan.
" Eh sebentar Nge, gue dapat kabar bahagia buat lo ! "
Raisa pun memberikan sebuah kotak yang berisi foto-foto aku bersamanya. Aku pun dibuat bingung oleh kegirangan Raisa.
" Maksudnya apaan Ra ? " tanyaku sambil memegangi foto-foto itu.
" Gue takutnya lo kangen gue nanti ! " jawab Raisa cengar-cengir.
" Kita putus Ra ? " tanyaku dengan raut serius dan intonasi bercanda.
" Huss ! Enak aja. Gue mulai lusa akan terbang ke kuala lumpur, karna gue resmi jadi karyawan majalah populer di sana. " jawab Raisa dengan sumringah, tanpa memikirkan perasaanku yang hampir berkeping-keping, hancur menjadi tepung terigu yang kasar.
Aku pun tersenyum, tanda tak ikhlas.
" Kok lo diam doang, lo gak senang apa kawan lo ini bakal jadi tim editor di sana ? " tanya lagi Raisa dengan nada kecewa.
Aku pun menjawab pertanyaan Raisa dengan bijak.
" Gue senang banget kali Ra, tapi lo udah persiapkan semuanya kan ? Lo butuh bantuan apa nih dari gue ? "
Kini Raisa yang memperlihatkan wajah murungnya, dan aku yakin akan ada pertanda buruk yang keluar dari mulutnya.
" Mata lo gak bisa bohong Nge, gue kenal lo jauh dari sebelum lo pacaran sama Armand ! "
Sontak aku kaget, saat Raisa nyebutin nama Armand.
Ya, Armand adalah mantan pacarku yang paling aku sayangi, sampai rasa sayang itu menjelma menjadi kebodohan untukku.
" Maksud lo Ra ? " tanyaku yang berharap Raisa tidak mengetahui masalah aku dengan Armand.
" Lo bodoh Nge ! Bodoh ! Rasa sayang lo itu, Armand manfaatin dengan dia balik menaruh kecurigaan dan seolah bersifat protect sama lo ! " jawab Raisa dengan kekesalan yang meluap dihadapan mukaku.
Aku berusaha menahan tangis air mata ini, jangan sampai Raisa melihat aku gak bisa bangkit dari rasa kekecewaan ini.
" Gue sudah duga Ra, gue baru sadar kemarin malam itu Ra ! " jawabku berusaha tegar.
" Gue bilang juga apa Nge ! Dan gue capek ngasih tahu lo nya itu. " tukas Raisa sambil menyeruput cappucino latenya yang hampir dingin.
Aku dan Raisa detik itu juga saling diam. Aku asyik memainkan sedotan yang ada di atas cupku, dan Raisa asyik dengan gadgetnya.
Suasana seketika mencair saat Armand tidak sengaja masuk kedalam Starbuck Coffee yang tanpa diketahuinya aku dan Raisa duduk tepat berada di samping etalase kopi-kopi, dan ia tidak sendirian melainkan bersama wanita yang disinyalir wanita itu adalah teman SMAnya Armand sekaligus sepupunya temannya kuliahnya Raisa yang tinggal di surabaya (seribet itukah silsilahnya?).
Aku dan Raisa memasang wajah dan ekspresi kaget. Raisa hampir mau melempar Armand dengan piring kecil yang masih berisi potongan rainbow cake namun niatan itu Raisa urungkan karna menurutnya harga piring kecil dan rainbow cake milik Starbuck Coffee itu lebih mahal dari pada harga dirinya Armand, dan aku melempari dengan gulungan kertas. Dan gulungan kertas itu tepat sasaran, sayangnya bukan pada Armand melainkan dosen bebuyutanku yang pernah mengajarku semasa kuliah S1 dulu yang memang duduknya searah dengan Armand yang sedang memesan minuman.
" Haduh Nge, lo lihat itu kena dosen lo itu si Rafan ! "
Begitulah Raisa, tidak pernah memanggil dosen dengan awalan Pak atau Bu.
" Mampus gue ! Itu pak Rafan yang sering banget nyuruh gue ngerjain soal-soal absurd. " jawabku dengan menundukkan kepalaku agar pak Rafan sulit untuk melihatku.
" Lagian ngapain si Rafan ke tempat ini ?" Tanya Raisa disela kepanikanku ini.
Armand pun nampak risih mendengar kebisingan dari sumber suara yang diduga bisingnya hanya di tempat aku dan Raisa duduk.
" Heh, lo lihat deh Ra, Armand lihat ke arah kita itu ! " Seru aku makin panik.
Raisa pun beradu pasang mata dengan Armand yang jaraknya tidak begitu jauh.
" Gue akan urus semua ini ! " tukas Raisa sambil meninggalkanku sendiri dan berjalan dengan gagahnya yang tak lupa dibantu dengan wedges 7cm nya.
Raisa pun mengahampiri Armand dan dari tempat dudukku terdengar suara tamparan yang begitu crunchy dan krezzz seperti di iklan-iklan tv.
Plak....
" Itu adalah tamparan yang begitu manis dan harmonis. " teriak Raisa hingga aku pun dapat mendengar tamparan dan perkataan Raisa yang membuatku ingin sekali memanggil Jaya Suprana dan memberikan penghargaan rekor muri untuk kawanku Raisa yang berjiwa patriot.
Plak....
Sekali lagi aku mendengar suara tamparan yang paling merdu di sejagad alam Starbuck Coffee.
" Dan terakhir tamparan yang begitu elegan. " teriak lagi Raisa, yang mengundang aku untuk turun tangan (bukan untuk menampar).
" Cukup cewek gila! "
Armand pun angkat bicara dan memegang tangan Raisa hingga Raisa mengerang kesakitan.
Aku pun menghampiri mereka. Dan melepaskan tangan Armand.
Pihak Starbuck Coffee hampir mengeluarkan kami dari tontonan orang-orang yang ada disekitar yang sedang mengopi, namun sayangnya salah satu waitress di sana malah mengurungkan niat baik rekan kerjanya itu.
Waitress A : Helmi, lo mau kemana ?
Waitress B : Gue mau ngamanin orang-orang itu Bud !
Waitress A : Jangan, awas lo minggir ! Lo mau masuk juga ke video amatir gue ini ?
Waitress B : Hah ? Lo rekam orang-orang itu ?
Waitress A : Iya awas lo minggir ! Keburu udahan ini debatnya.
Ternyata mereka menjadikan perkara ini untuk hiburan mereka. Miris.
Armand nampak kaget saat melihatku. Wanitanya pun ikut kaget. Raisa kaget. Aku pun kaget, kenapa mereka terkaget-kaget seperti itu melihat aku turun ke dalam permasalahan ini.
" Ar, Raisa itu baik. Tega kamu ninggalin Raisa yang sebentar lagi dia jadi calon ibu dari anak kamu, dan kamu akan jadi calon ayah dari anak yang sedang Raisa kandung. Tolong berpikirlah yang jauh Ar, jangan hanya ingin memanfaatkan dengan sifat kamu yang seolah protect. "
Raisa, Armand dan wanita itu benar-benar semakin terkejut dengan pesona aktingku yang membuat semuanya makin runyam. Raisa sepertinya malah ingin menamparku, tetapi langsung aku tangkis dan aku arahkan ke perutnya Raisa yang memang terihat buncit karna kembung kebanyakan meminum kopi dan menahan kencing.
Aku pun mengarah pada wanita itu, dan tampaknya wanita itu hampir menangis melihat aktingku ini yang mampu menghipnotisnya. Seharusnya Raam Punjabi melihat aktingku ini.
" Mbak, maaf aku gak kenal siapa mbak, tapi sebagai sesama wanita, pahamilah bagaimana perasaan seseorang yang diming-imingi dengan kebahagiaan masa depan dan tanggung jawab seorang pria."
Air mata akhirnya resmi menetes di pipi wanita itu, dan Armand langsung memohon-mohon pada wanitanya agar tidak mempercayai semua perkataanku.
Namun sayang, wanita itu menampar renyah Armand sang mantanku ini. Dan pergi meninggalkan kata klasik,
" Terimakasih, kamu bukan hanya meniduriku saja tetapi kamu menanam penderitaan pada perempuan itu ! Kita putus ! "
Raisa tidak terima dengan perkataan wanita itu yang menuduh bahwa Raisalah kekasih Armand yang sudah dikhianati itu, dan sepatu wedges 7cm itu hinggap di kaki kananku dengan...
" Aww ! Sakit Ra ! " aku pun menjerit.
Armand kini hanya melihat tingkah aku dan Raisa yang terlihat natural beraktingnya. Karna itu bukan akting, melainkan sesungguhnya.
" Cukup ya Nge, lo buat hubungan gue runyam sama cewek gue ! " Armand pun menunjuk ke arah gue.
" Bagus kalau gitu, jadi kita satu sama Ar." Jawabku puas.
Aku dan Raisa akhirnya pulang, dan lusanya aku tampak tegar saat mengantarkan Raisa ke bandara Soetta.
To : Raisa kawanku
Aku akan menyusul ke KL setelah aku lulus S2 ini, terimakasih kawan atas segala jasa terindahmu semasa kita berada di Starbuck Coffee satu tahun silam yang lalu.
From : Unge. "

Minggu, 11 Mei 2014

Sandiwara Cinta

Sore ini tepat pukul 5 mengarah pada jam digital yang melekat ditangan gue setiap harinya, menandakan hari mulai petang. Gue mengambil sehelai tisue ditempatnya. Dan menghapus keringat yang terus bercucuran hingga ke pipi kanan. "Huff.. cuaca hari ini panas banget, ac mobil pun gak ngaruh !" ujar gue saat sedang menyetir menuju kantor gue yang beralamatkan di jalan Dago.
Jam 5 sore saatnya gue buat pulang dan merebahkan tubuh kurus ini yang sebagian dibaluti oleh warna kulit sawo matang. Namun karna ada beberapa file yang tertinggal, mengharuskan gue untuk mau tidak mau balik lagi ke kantor.
Mata ini sangat kontras sekali saat melihat ke arah seorang cowok ataukah harus gue sebut pria setengah matang yang berpakaian serba biru mengendarai motor besarnya yang berwarna biru juga. Gue seperti mengenali sosok pria setengah matang itu, tapi gue mengurungkan niatan untuk mengingat lebih dalam lagi tentangnya. Gue pun mulai fokus menyetir. Dan sampailah di kantor tercinta ini.
" Pak, pak Sapri ! " panggil gue kearah pak Sapri yang tengah asyik mengobrol dengan rekan satpamnya.
" Eh neng, ada apa neng teh pulang lagi ? " jawab pak Sapri dengan khas logat sundanya.
" Gini pak Sapri, saya ada yang ketinggalan beberapa berkas di meja saya, tapi pintunya sudah terkunci pak. Pak Sapri punya kunci duplikatnya gak ?" Jelas gue secara gamblang.
" Oh ada neng, mau sama neng apa sama bapak aja ? " jawab pak Sapri sembari menunjuk dadanya.
" Sama pak Sapri aja ya, ada di amplop warna coklat ya pak ! "
Gue pun duduk di pos satpam ditemani rekan satpamnya yang baru satu minggu bekerja di kantor perusahaan gue.
Pak Sapri pun kembali lagi tak lama kemudian, gue pun mengucapkan terimakasih sekaligus memberi tanda terimakasih tersebut dengan selembar uang berwarna hijau.
" Nuhun neng, selalu kayak gini neng Unge mah. " jawab pak Sapri tersipu malu.
Gue pun lanjut pulang menuju rumah. Rasanya sudah ingin cepat sampai di kamar. Namun selalu ada sosok pria setengah matang itu. Kali ini ia bersama seorang wanita sekitaran usia 24 tahunan. Gue mulai ingat semuanya, memori gue teringat semuanya akan masa lalu yang begitu indah, tetapi drastis berubah 90 derajat menjadi kelam dan pahit untuk gue ungkit.
Gue pun berhenti tepat dibelakangnya ia memberhentikan motor tersebut bersama wanitanya.
Gue curi-curi pandang memperhatikannya, ternyata mereka melihat ke arah gue. Eh gue malah turun ngebuka bagasi tiba-tiba saking gugupnya gue. Pria itu pun akhirnya turun dari motor besarnya dan menghampiri gue.
" Ya Allah hamba mohon.. mudah-mudahan ini bukan pertanda buruk! " seru gue berdoa dalam hati.
Namun kali ini Allah memberikan jalan yang terbaik untuk gue.
" Unge ! Aku tahu itu kamu Nge ! " seru pria setengah matang itu menyapa gue.
" Hah ? Siapa ya ? " gue pun balik bertanya dan menutup pintu bagasinya.
Kaget ! Kaget ! Terkejut !
Itu adalah ekspresi gue saat gue menatap kedua bola matanya dan melihat senyum kecutnya yang membuat wanita melting.
" Kamu kok bisa disini ? " gue pura-pura bego (padahal beneran).
" Kamu yang kemana aja ?? " jawab pria setengah matang itu diiringi linangan air mata yang khas.
Pria setengah matang itu memeluk gue dihadapan wanitanya. Gue berusaha menahan tangis air mata ini. Tapi gue gak bisa. "Ya Allah kabulkan doa hamba bagian sesi ini Ya Allah ! " teriak gue dalam hati.
Air mata resmi menetes di pipi kiri dan kanan, deras layaknya gue menyiram bunga di pagi hari.
Wanita itu terlihat menunduk lemas dan tanpa sengaja beberapa kartu berjatuhan ditangannya. Sehingga membuat mata gue ini tertuju kearah tersebut.
Gue menghampiri wanita itu, dan mengambilkan kartu yang berjatuhan tersebut. Tepat yang gue pegang itu adalah untuk nama gue. "Bunga Sastawijaya,S.E"
Gue tersenyum manis dengan pipi yang basah kuyup. Gue memeluk wanita itu dan gue bisikkan dikuping kanannya, " Selamat ya, kamu wanita beruntung. " Wanita itu pun membalas senyuman diiringi derai air matanya. Ia pun memegang perutnya yang terlihat buncit. Secara tidak langsung ia memberikan kode bahwa dibalik keberuntungannya ia menyimpan duka yang harus disembunyikannya hingga hari bahagia itu usai.
Saat itu pukul 6.30 malam kami menangis di beberapa tempat berbeda yang masih di jalan Dago.
Gue mengambil kartu itu dengan luka yang dalam, pria setengah matang dan wanita itu pun mulai menghilang dari pandangan gue, menjauh seolah selamanya akan jauh dari ingatan gue.
Di dalam mobil gue menangis. Dan membuka dengan pelan isi kartu tersebut.
"Sandiwarakah selama ini setelah sekian lama kita tlah bertemu. Inikah akhir cerita cinta ? Yang selalu aku banggakan di depan mereka. "

Kamis, 08 Mei 2014

Complicated Life

Lagi, untuk kesekian kalinya dunia pertemanan gue dan teman-teman lainnya harus terpisahkan dan tereliminasi hanya karna beberapa lembar undangan doang, ya..memang satu lembar, tapi di dalam isi undangan tersebut terdapat satu nama pria yang tidak gue kenal dan satu laginya nama wanita yang gue kenal banget.
"Rena ? Rena nikah ? Ya ampun gue gak nyangka banget ! " teriak gue gak percaya saat gue menerima kiriman dari pak pos yang berisi wedding invitation dari teman lama gue Rena.
Gue membuka isi lembar demi lembar undangan tersebut, Rena nikah sama mantan pacarnya Dhena, Tobi.
Sebenarnya gak terlalu masalah banget buat gue, gue harusnya melihat ke atas jangan ke bawah ???
Lihatlah ke atas, masih banyak wanita-wanita yang di atas usia gue yang masih belum mendapatkan pasangan hidupnya. Jangan sesekali melihat ke bawah, mereka yang mendahului gue itu belum cukup umur harusnya diusia mereka saat ini mereka masih kuliah semester 6.
Rena memang usianya jauh di bawah gue, dua tahun lebih muda dari gue. Karna Rena tidak melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, jadi Rena selepas lulus SMA, Rena memutuskan untuk kerja freelance hingga bertemulah dengan Tobi mantan pacarnya Dhena.
Rena itu manis, tinggi badannya sekitar 165cman, dulu zamannya SMP saat upacara pagi menjelang matahari terbit, Rena selalu memayungi gue saat itu dengan bercerita tentang kehidupan percintaannya yang gak jelas endingnya, meskipun gue gak terlalu mau dengerin ceritanya tapi sengaja gue suka tarik-tarik supaya dia jangan berubah posisi memayungi gue.
"Oh.. gitu ya ceritanya, tapi kok beda lagi Ren ? Kemarin kan ceritanya cowok kamu itu nganterin mamanya, kenapa sekarang ceritanya jadi melayat kucing tetangganya yang meninggal ?" Tanya gue dengan banyak kepura-puraan sambil mengangkat wajah ini ke arah Rena, karna tinggi badan gue dibanding Rena itu hanya sampai sedadanya.
Begitulah Rena, konflik cinta yang non sense, namanya juga cinta monkey.
Mengingat semua kisah lalu bersama Rena, gue jadi ingat, gue masih punya teman yang senasib sepenanggungan sama gue.
Gue pun mencoba menelpon teman gue dan berharap nomor ini masih aktif.
Tuuut...tuuuut
Yes, masih aktif !
" halo..."
" Ya halo, Dhena ! " gue pun kegirangan memulai obrolan dengan Dhena.
Lama tak bersua, gue hanya bisa cuap-cuap lewat telepon. Hingga pada topik permasalahan, gue malah lupa kalau Dhena pasti tidak diundang di acara pernikahannya Rena dan Tobi.
" Emm Dhen, ini sorry ya sebelumnya lo diundang ke acaranya Rena sama Tobi gak ? " tanya gue dengan ragu.
" Oh, lo biasa aja kali gak usah gugupan gitu. Iya gue diundang kok sama mereka haha. Nanti gue datang sama tunangannya gue.. "
Ada yang membuat detak jantung gue sesaat terhenti ,saat mendengar Dhena sudah bertunangan.
" Lo tunangan sama siapa Dhen ? Gue tahunya pacar terlama lo itu Tobi. " tanya gue hopeless.
" Sekarang gue yang minta maaf sama lo, gue tunangan sama mantan pacar lo yang lalu, Redi. " jawab Dhena lugas yang semakin memperburuk keadaan gue.
" Oh ha ha Redi ya, santai aja lagi ! " seru gue dengan tawa terpaksa dan semakin ingin mencari tali untuk gantung diri.
Gue dan Dhena pun menutup telepon masing-masing tanpa ada dendam dan sumpah serapah dari mulut gue yang sedang patah hati.
Gue yakin seyakin-yakinnya, gue bukan wanita terpuruk stok terakhir di Bandung raya ini he he.. Lihatlah ke atas jangan ke bawah.

Sabtu, 03 Mei 2014

Drama

Kelam aku merasa suram
Buram aku menatap tajam
Sunyi aku rasakan sepi
Sendiri aku berdiri
Kau tanamkan duri,
Seolah aku yang berduri
Kau berucap seolah aku mengucap
Kau berbuat seolah aku membuat
Kau mainkan peran seolah aku berperan
Tetes air yang mengalir
Mengalir dari dalam hati
Hati yang pedih
Pedih tersakiti
Derai air mata, tak akan ada arti
Gelak tawa canda, kau buat berarti
Pantaskah aku dihadapanmu
Bersimbah darah memanggilmu
Pantaskah aku dalam tatapanmu
Mengubah kisah dalam hidupmu

Jodoh Larinya Kemana ??? Part 4

Semua rencana sudah matang untuk dipersiapkan. Ira ikut bersama Unge menuju bandung dengan mobilnya Unge, karna disini Unge yang menjadi bos, sehingga Unge menyerahkan mobilnya pada Ira, dan Unge akan melanjutkan tidurnya di kursi belakang. Maka selamatlah untuk Ira menjadi supir pribadi Unge.
" Nge enak banget hidup lo dah, gue cuman dibayar dengan "Hutang Lunas" doang aja udah dibikin kayak supir gini Nge ?! " gumam Ira dengan cemberut.
" Udah ah lo jangan banyak omong, gue mau bobok manis dulu ! " jawab Unge sambil meregangkan otot-otot tangannya yang dari tadi nangkring terus main bersama laptop dan berkas-berkasnya.
Mereka pun akhirnya jalan menuju Bandung, saat itu memang weekend dan jalanan pun terasa macet sekali. Ira pun nampak lelah melihatnya apalagi ia yang menyetir. Sedangkan Unge pulas tertidur. Unge dan Ira adalah partner kerja yang baik, apalagi Ira baik sekali saat dia memang sedang butuh uang untuk bayar kost-kostan dan biaya makannya dia saat akhir bulan tiba. Jabatan Unge memang di atas Ira, apalagi Unge sekarang melanjutkan studi S2 di Bandung, dan tidak dapat dipungkiri keputusan Unge ini selain tidak mau memiliki waktu luang untuk menikmati kehidupannya, Unge pun tahu maka setelah Unge menyelesaikan studinya itu selain kegiatan Unge di kantor berkurang pendapatannya sebulan pun menjadi naik, bayangkan bila dengan gelar sarjananya Unge mengantongi 4juta perbulan maka dengan studi S2nya saja Unge bisa mendapatkan pendapatan dua kali lipatnya, fantastis !
" Nge bangun lo, sudah sampai di kampus lo ini ! " Ira pun membangunkan Unge dengan wajah yang lelah.
" Oh cepat juga sudah sampai lagi, gue lelah banget sih Ra, mangkanya lo buruan dong naik jabatan biar lo bisa bantuin nanti tugas-tugas kantor gue ! " jawab Unge yang baru bangun dan langsung ngajak berdebat.
" Aduh Nge, sudah turun cepat giliran gue sekarang yang mau tidur di belakang ! "
Unge pun langsung turun tanpa berkata-kata apapun.
Mereka tidak menyadari bahwa kampus yang Ira maksud adalah Kampus Bumi Parahyangan dan itu sudah jelas sekali bukan kampus Unge melainkan itu adalah kampus dimana Arlan mengajar. Tetapi Unge pun dengan mata lelah hanya mengerutkan dahinya dan berpikir bahwa selama seminggu kemarin itu kampusnya sedang direnovasi.
Tetapi Unge mulai merasakan ada yang aneh saat ia terus berjalan dengan mata yang terkantuk-kantuk dan berjalan tak henti-hentinya hingga ia mulai sadar.
" Mampus si Ira, ini kampus siapa ? Gue gak kenal sama orang-orangnya ! " celetuk Unge sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Tak sengaja Unge melihat ada sosok yang dikenalnya, ya benar ternyata itu adalah Arlan. Arlan mengajar di kampus ini sebagai dosen komunikasi.
Unge pun langsung terbirit-birit lari menuju parkir mobilnya. Ira pun langsung kaget, padahal baru saja ia akan merasakan indahnya bermimpi.
" Ra lo parah ya, ini bukan kampus gue, ini kampus apaan bukan kampus gue ini judulnya ! "
" Lo ganggu aja gue mau tidur Nge, terus kampus lo yang mana ? " tanya Ira dengan kesal .
" Udahlah lo tidur aja, gue yang bawa mobilnya ! "
Akhirnya Ira pun tertidur, sesampai di kampusnya Unge. Unge pun mengunci Ira dari luar yg sedang tertidur.
Saat Unge melewati kelasnya Boy, Unge melihat Boy sedang mengobrol dengan pria dewasa yang ternyata itu adalah dosen mata kuliah ekonomi , nampak serius mereka mengobrol dan di dalam kelas itu hanya ada Boy dan Pak Doremi. Tak sedikit pun Unge merasakan kecurigaan.
Unge pun masuk ke dalam kelasnya dan memulai aktivitasnya sebagai mahasiswa pasca sarjana.
Selesai Unge kuliah, Unge pun menghampiri Boy.
" Boy, lo dari tadi ngapain sih sama pak Doremi ? " tanya Unge saat duduk di sebelah Boy yang berada di kantin.
" Gue emmm gue.. emang lo tadi lihat gue lagi ngapain emangnya ? " jawab Boy dengan gugup.
" Ah sudahlah gak penting juga..."
Tiba-tiba Unge pun teringat sesuatu yang hampir ia lupakan.
" Ya ampun gue lupa gue ngunci si Ira di mobil gak ada udara lagi ! "
Unge pun berlari menuju parkir mobil. Dan benar saja ternyata Ira hampir kehabisan oksigen didalam.
" Nge lo tega nge.. gue hampir mati ! " seru Ira dengan wajah pucat.
" Sorry gue lupa Ra, gue malah ke kantin hehe. " jawab Unge dengan wajah tanpa dosa.
Ira dan Unge mulai merencanakan rencananya, akhirnya Unge pun pulang menuju komplek rumah Arlan dan Tina yang bertempatkan di jalan Sukahepi. Unge hanya menurunkan Ira di luar rumah Arlan, dan Unge diam di dalam mobil menunggu hasil kabar dari Ira. Ira pun berjalan dengan sangat ragu, namun dengan pelan dan keyakinan yang tinggi Ira berkata, " Hutang Lunas ! Hutang Lunas ! HUTAAAANNG LUNASSS ! "
" Siang, permisi ! "
Tina pun membukan pintu rumahnya.
" Iya siapa ya ? "
" Halo Tina, aku Rere temannya Arlan waktu kuliah S1 dulu. "
Ira tampak ragu dan tidak percaya, tetapi Ira sebenernya memang tidak terlalu mengenali teman-teman kuliahnya Arlan saat Arlan kuliah S1 dulu. Ira mengerutkan dahinya yang memang masih bingung, " Emm.. Rere? Lalu ada perlu apa ya ?"
Tina masih belum mempersilahkan Ira untuk masuk ke dalam rumahnya.
" Begini loh Tin, aku itu mau kasih sureprise gitu buat Arlan sama teman-teman lainnya juga, karna hanya aku yang gak terlalu sibuk jadi aku yang dipilih sama teman-teman buat kompromiin dulu sama kamu Tin, padahal aku malu Tin sama kamu kemarin aku gak sempat datang ke weedingnya kamu hehe. " jawab Ira dengan gamblang dan sukses akhirnya Tina pun mempersilahkan Ira masuk kedalam rumahnya.
Ira memang pandai sekali memerankan peran Rere yang notabene adalah teman lama Arlan. Mereka pun nampak akrab hingga tak terasa sudah menunjukkan pukul 3 sore, dan Unge mulai merasa kesal. Ira belum puas dengan jawaban Tina tentang Unge.
" Eh Tin, kamu masak gak kenal sama mantannya Arlan yang namanya Bunga yang suka dipanggil Unge ? "Tanya Ira dengan akrab.
" Oh Unge, itu memang teman sekolah aku dulu sih aku malah gak tahu nama aslinya. " jawab Tina dengan polos.
" Iya Tin, katanya Unge itu mantan terakhirnya Arlan setelah akhirnya nikah sama kamu kan ? Aku tau dari teman-teman sih, karna aku sekarang kan tinggal di jakarta Tin. " tukas Ira dengab wajah meyakinkan bahwa ia tidak sedang berbohong.
" Iya sorry yah Re, aku tahunya Unge itu memang mantannya Arlan tapi itu Arlan gak pakai perasaan kok pacaran sama dia dulu, dulu aku sama Arlan emang sempat putus sebentar banget, eh Arlan katanya emang mau temenan saja sama Unge, ehh Ungenya kayak yang mupeng (muka pengen = red) mau jadian haha dasar ya... " jawab Tina dengan pede.
" Oh gitu ya Tin ? Unge Unge itu emangnya cantik apa biasa aja sih ? Tapi aku yakinnya cantikan kamu ya Tin hehe ? " Rayu Ira agar semua yang dicurigai Unge terbongkar semua.
" Aku sih gak tahu ya, cuma kata Arlan tetep cantikan aku, mangkanya Arlan pilih aku untuk jadi istrinya. " jawab Tina makin pede.
Ira pun memutuskan untuk berpamitan pulang, karna Unge sejak tadi mengsms Ira.
Ira berjalan agak sedikit jauh dari rumah Arlan menuju Unge yang sengaja menjauh dari kawasan tersebut, karna Unge takut semua rencananya gagal.
" Nge.. gawat Nge, semuanya Nge kebongkar dah lo dimata Arlan dan Tina nothing ! " seru Ira dengan wajah panik.
" Anjrit, sudah gue kira Ra. Terus gimana Ra ? "

Kamis, 01 Mei 2014

Jodoh Larinya Kemana ??? Part 3

Boy pun masih bingung kenapa Unge pergi meninggalkannya.
" Oh iya salah gue sih emang napa gue nanya hal yang kayak gituannya ya ?? " tukas Boy.
Unge nampak bersedih, mau sampai kapan ia harus bersedih dan menutup diri juga hati untuk pria lain selain Boy yang selalu menemani hari-harinya selama di bandung.
Unge pun memutuskan untuk pergi ke jakarta kembali karna hari esok adalah saatnya ia bekerja dan kembali dengan tumpukan kertas-kertas yang penuh dengan angka-angka.
" Gue mulai stress sama kerjaan gue ini !" Gumamnya dalam hati.
Tiba-tiba rekan kerja Unge pun memanggilnya dan mengajak ngobrol sebentar dan tibalah pada pokok pembicaraan .
" Nge ayooolah gue butuh duit nih, lo bisa kan bantu gue ? Nanti gue pun juga bisa bantuin lo deh ! "
Ira pun terus memohon-mohon pada Unge dengan raut memelas ditambah rayuan basi.
" Lo mau bantuin gue juga emang ? " tanya Unge sembari wajah yang genit.
" Iya selama gue bisa tapi Nge..." jawab Ira dengan wajah penyesalan.
" Lo mau gak Ra mata-matain mantan pacar gue, tapi masalahnya mantan pacar gue ini sudah menikah satu bulan yang lalu. "
" Gila lo Nge ! Gak mau gue ahh.. enak aja lo yang ada nanti gue kena dampratan bininya lagi. " jawab Ira dengan memalingkan wajahnya.
" Heh, gini deh pokoknya utang-utang lo lunas dah, gimana ? Lo kan perantau ? " tantang Unge pada Ira.
" Lo pikir, lo bukan perantau juga emang ? "
" Haha.. setidaknya gue perantau elegant, pantrangan bagi gue untuk memelas-memelas kayak lo gitu Ra. "
" Ya udah gue ngalah, gue harus berbuat gimana ? "
Mereka berdua pun lama mengobrolkan rencananya itu. Hingga akhirnya Ira pun menyetujui semua rencana Unge.
" Jadi gue itu ceritanya temen mantan pacar lo yang mau kasih kejutan, dan gue harus kongkalikong dulu sama bininya dan dengan syarat jangan bilang-bilang sama lakinya gitu ? " tanya kembali Ira saat semuanya sudah terangkum.
Unge pun hanya memberikan kode dengan mengacungkan satu jempol.
Tak banyak berharap dari semua rencana yang Unge rancang berhasil, minimal Unge hanya ingin tahu, apakah Tina tahu kalau Arlan adalah mantan pacarnya Unge.
Unge pun menelpon Boy untuk menceritakan semua rencanya itu yang akan ditokohi oleh Ira rekan kerja Unge sendiri dengan bayaran Hutang Lunas.
" Boy gimana seru gak rencana gue itu ? "
" Lo adalah wanita teraneh, ngapain lo jauh-jauh pakai suruh temen lo si Ira buat jadi tokohnya, terus si Ira harus bolak-balik ke bandung dong ? "
" Iya gak apa-apalah nanti kan masalah akomodasi gue yang tanggung, gue suruh si Ira buat datang ke bandung barengan sama gue kuliah weekend. "
" Gue gak yakin ini akan berhasil ! "
" Heh Boy, jangankan lo, gue oun juga sama tapi setidaknya gue ada usahalah ya minimal. "
" Usaha lo mubazir Nge. Lagian lo ngapain sih masih ngarepin juga Arlan balikan sama lo, nunggu Arlan cerai sama Tina ? Aduh Nge, gak ada duda yang terhormat lainnya apa ya ?"
" Boy gue perhatiin omongan lo sekarang ini kayaknya lain ya.. maksudnya lo jadi kayak cewek Boy !"
Unge pun merasa heran dengan jawaban Boy akhir-akhir ini yang terlihat seperti remaja sesungguhnya yang senang bergosip.
Boy malah sejenak terdiam, seolah mengiyakan semua tuduhan Unge.
" Halo Boy, masih nyambung gak nih Boy teleponnya ? "
Boy pun mematikan telepon dari Unge.
Ada apa dengan Boy ???

Rabu, 30 April 2014

Jodoh Larinya Kemana ??? Part 2

Satu bulan telah berlalu...
Akhirnya Unge sekarang bekerja di sebuah instansi swasta di Jakarta bersamaan dengan melanjutkan studi S2 nya di universitas Bandung.
Ini adalah keputusannya, yang tidak mau memiliki waktu untuk berleha-leha menikmati kehidupannya, ia ingin kehidupannya penuh dengan karier dan karier.
Ponsel Unge pun berdering.
Unge sengaja tidak mengangkat telpon tersebut, prinsipnya adalah jika nada dering itu hanya berbunyi sampai operator yang memberhentikan, ia tak kan mau mengangkat ,ia hanya akan mengangkat ponsel itu hingga berdering untuk yang ketiga kalinya.
" Ini siapa sih, tumben sampai 4xan gini no name pula. " gerutu Unge yang sedang mengetik tugas S2nya.
" Ya halo ini siapa ? "
" Halo Nge, kamu dimana sekarang ? Pacar kamu siapa sekarang ? Atau kamu udah punya anak ya ? "
Sontak Unge pun merasa kaget dan mulai menutup laptonya.
" Kamu ? "
Unge pun berlinang air mata...
" Kamu gak ingat suara aku kan ? Kenapa kamu diam Nge ? "
" Aku diam karna aku tahu betul suara ini suara siapa..."
Unge semakin memperjelas suara tangisannya.
" Terimakasih ya Nge, waktu itu kamu mau nyempetin untuk hadir di pernikahannya aku sama Tina. "
" Sama-sama Ar..."
Ya, itu adalah suara Arlan. Arlan adalah mantan pacar Unge yang pergi meninggalkan Unge karna kepentingan pribadinya. Ya... apalagi kalau bukan karna "barang baru" cyinnnnn.
Mereka berdua pun mengobrol lama hingga Unge berpindah posisi tepatnya berada di atas closet.
Unge semakin terpuruk hidupnya, saat mendengar Arlan kembali menghubunginya hanya untuk mengabari bahwa Tina sekarang sudah berbadan dua menuju bulan ketiga. Wuuuuuttt ????
" Tina sekarang lagi pregnant jalan 3 bulan ? Itu berarti...."
Kaget saat mendengar Unge menceritakan hal itu pada Boy.
" Sudahlah Boy, gue gak akan permasalahin doi mau MBA or something like other. Gue cuma permasalahin kenapa Arlan ngabarin gue lagi ? Arlan cerita gak ya sama Tina kalau dia pernah jadi pacar gue ?"
" Lo gak asyik banget, ngapain gue ikut mikirin masalah kayak gitunya. Gue cuma permasalahin Arlan pakai obat apa bisa sampai jadi si buah hati gitu ?!"
" Menurut eeeelll ? GUE MIKIRIN HAL KAYAK GITUNYA JUGA ????? "
Unge pun marah dan meninggalkan Arlan sendirian yang tengah duduk di kantin kampus Unge.

Selasa, 29 April 2014

Jodoh Larinya Kemana ???

Malam ini, ya benar sekali malam ini benar-benar sepi sekali. Tepat pukul 00.15 WIB memang jam-jam malam itu harusnya sepi kan ?? Terkadang sesekali ada suara lonceng, pertanda itu adalah saatnya ronda malam. Sama halnya dengan remaja usia 22 tahun yg satu ini, hatinya terasa sepi sekali. Galau ? Bukan saatnya untuk menggalau mungkin bisa jadi mengigau.
Samar terdengar suara remaja usia 24 tahunan memanggil nama Unge.
"Nge !!"
Unge yang sedang berjalan santai mengitari lapangan olah raga yang baru saja dibuat oleh rektor kampusnya, menoleh kearah belakang.
"Hah ? Kok lo Boy yang panggil gue ?"
Boy pun berlari kecil menghampiri Unge.
"Lah lo pikir, lo pengennya yang manggil lo itu siapa?" Tanya Boy keheranan.
"Gue berharap, yang manggil gue itu adalah sosok pria tampan yang unyuu banget datang melamar gue!" Jawab Unge dengan khayalannya.
"Gak ada Nge pria tampan tapi unyu itu.."
Unge dan Boy pun pergi menuju kantin untuk mengobrolkan segudang rencana kedua pengangguran terdidik ini.
Tina pun datang menghampiri mereka berdua, dan taukah Anda.. Tina pun memberikan wedding invitation untuk Unge.
"Unge, lo kemana aja sih gue bbm gak balas mulu?"
"Oh gue gak bawa-bawa handphone Tin, ada apaan emangnya? Kok lo tau gue ada di kampus?"
"Ya gue tadi turun di mobil lihat lo muter-muter di lapangan mau ngapain lo? "
"Gue ? Haha.. gue gue gue ini Tin.."
Unge pun tampak gugup menjawabnya, karna Unge takut Tina mendengar aksi memalukannya Unge, karna sepanjang mengitari lapangan olah raga itu Unge kentut tak henti-henti karna ia merasa dirinya sedang masuk angin, padahal antara "merasa" dan hobi itu beda tipis.
"Apaan sih lo Nge, jawabnya kayak yang takut ketauan maling aja lo!"
Unge pun tertawa lebar dengan rona dipipinya yang menguning...
"Ada apaan sih Tin emangnya?"
Mereka berdua pun mengobrol banyak, dan Boy sejak tadi hanya diam saja karna dikacangin Unge, nyaris sekali satu jam kedepan Boy masih dikacangin Unge, Boy pun berubah menjadi adonan kue yang siap dicetak dan dioven.
Unge pun menghampiri Boy akhirnya dengan wajah pucat pasi.
"Nge, lo baik-baik aja kan?" Tanya Boy dengan kekhawatiran.
"Boy, gue adalah wanita yang menyedihkan..." Jawab Unge setengan menangis.
"Lo kenapa sih Nge, itu undangan apaan?" Tanya lagi Boy sambil mengambil undangan yang ada digenggaman Unge.
Boy pun membuka isi undangan dari Tina itu, dan ternyata...
"Nge! Tina married sama Arlan ?"
"Gue gak nyangka Boy, jadi Arlan paksa gue untuk ninggalin dia dan dengan alasan dia mau fokus sama thesisnya itu bulshit Boy!"
"Tina gak tahu apa kalau Arlan itu mantan lo?"
"Kayaknya dia gak tahu Boy, dan gue dibohongin Boy, ternyata Arlan itu udah lulus dari 3 bulan yang lalu."
Unge pun menangis dan memeluk sahabatnya, Boy.
Mau tidak mau Unge pun hadir di pernikahannya Tina dan Arlan bersama Boy.
"Boy jodoh gue kemana ya?"
"Santai Nge, jodoh itu gak akan lari kemana  kok.."
"Masalahnya Boy, jodoh gue berlariannya pada kemana ??"

Minggu, 02 Maret 2014

GALAU itu asyik lagiiih


“ Sekarang hari apa sih Nge ? “ tanya Merlyn di sela-sela keheningan saat mereka sedang asyik dengan gadget mereka.
“ Lo nyinggung gue banget ya ?! “ jawab Unge sewot dan gak jelas.
“ Gue kan Cuma nanya, dibagian mana nya gue nyinggung lo ? “ tanya lagi Merlyn dengan heran.
“ Hari ini hari sabtu, dan baru 2 jam yang lalu gue diputusin cowok gue ! “ jawab Unge dengan tampang tegar namun jari jemarinya terlihat bergetar (menandakan ia tidak kuasa menahan tangisnya).
“ Hah ? Lo putus ? Gak mungkin si Bora putusin lo Nge. Lagian apa alasannya katanya ? “ tanya Merlyn dengan kaget.
Unge pun disana bercerita, dan pada akhirnya Unge tidak bisa menutupi kesedihannya itu dengan memeluk Merlyn dan deraian air mata yang sungguh deras.
Dan ternyata Bora memutuskan hubungannya dengan Unge disebabkan Bora akan dijodohkan dengan gadis pilihan kedua orang tuanya yang ternyata gadis tersebut adalah Hanafia, terlihat bahwa dari namanya saja ia merupakan santriwati dari Ponpes (Pondok Pesantren) asal kotanya Bora dilahirkan ( Yellow Bojong ).
Hari-hari Unge sungguhlah galau, tiada kata selalin galau, tiada makan selain galau, tiada tidur selain galau, galau, galau, galau.... (Penulis pun merasa bosan untuk mengetikannya). Tiba-tiba ponsel Unge pun berdering,
Kring...Kring...Kring...
“ Haloo “
“ Haloo, Bunga ? ”
“ Iya ini siapa ? “
“ Ini saya, Haryono . “
“ Haryono ? Maksudnya Pak Haryo ? “
“ Iyo... ini saya. Lagi dimana Bung ? “
Memang jarang sekali yang memanggil Unge dengan panggilan Bung kalau bukan para dosen.
Akhirnya mereka pun berbincang-bincang dan melanjutkan perbincangannya dengan awal pertemuan mereka di Cafe Gahool .
Mereka pun mengobrol sampai larut dan lupa dengan waktu. Haryono adalah salah satu dosen yang paling sering cengin Unge dari semester 3 hingga semester 7. Bagi Unge Haryono adalah musuh bebuyutannya semasa kuliah. Tapi tanpa diduga ternyata Haryono atau yang biasa disapa Pak Haryo menyimpan rasa pada Unge, hingga akhirnya setelah Unge lulus kuliah dan bekerja disalah satu Bank di Jakarta, Pak Haryo menyatakan cintanya pada Unge.
“ Bung, kamu tau apa bedanya kamu dengan jam tangan yang saya pakai ini ? “ tanya Pak Haryo dengan menyembunyikan seikat bunga mawar merah dibelakang punggungnya.
“ Apa pak ? Tumben tebak-tebakan. “ jawab Unge tersipu malu.
Pak Haryo pun memberikan seikat bunga itu sambil melontarkan rayuannya,
“ Kalau saya lihat jam tangan saya jadi inget kamu karna jam ini adalah pemberian kamu, tapi saat saya lihat kamu saya jadi lupa waktu dan ingin meminang kamu . “  
Unge pun terharu, dan mencium bunga yang diberikan pak Haryo.