Sore ini tepat pukul 5 mengarah pada jam digital yang melekat ditangan gue setiap harinya, menandakan hari mulai petang. Gue mengambil sehelai tisue ditempatnya. Dan menghapus keringat yang terus bercucuran hingga ke pipi kanan. "Huff.. cuaca hari ini panas banget, ac mobil pun gak ngaruh !" ujar gue saat sedang menyetir menuju kantor gue yang beralamatkan di jalan Dago.
Jam 5 sore saatnya gue buat pulang dan merebahkan tubuh kurus ini yang sebagian dibaluti oleh warna kulit sawo matang. Namun karna ada beberapa file yang tertinggal, mengharuskan gue untuk mau tidak mau balik lagi ke kantor.
Mata ini sangat kontras sekali saat melihat ke arah seorang cowok ataukah harus gue sebut pria setengah matang yang berpakaian serba biru mengendarai motor besarnya yang berwarna biru juga. Gue seperti mengenali sosok pria setengah matang itu, tapi gue mengurungkan niatan untuk mengingat lebih dalam lagi tentangnya. Gue pun mulai fokus menyetir. Dan sampailah di kantor tercinta ini.
" Pak, pak Sapri ! " panggil gue kearah pak Sapri yang tengah asyik mengobrol dengan rekan satpamnya.
" Eh neng, ada apa neng teh pulang lagi ? " jawab pak Sapri dengan khas logat sundanya.
" Gini pak Sapri, saya ada yang ketinggalan beberapa berkas di meja saya, tapi pintunya sudah terkunci pak. Pak Sapri punya kunci duplikatnya gak ?" Jelas gue secara gamblang.
" Oh ada neng, mau sama neng apa sama bapak aja ? " jawab pak Sapri sembari menunjuk dadanya.
" Sama pak Sapri aja ya, ada di amplop warna coklat ya pak ! "
Gue pun duduk di pos satpam ditemani rekan satpamnya yang baru satu minggu bekerja di kantor perusahaan gue.
Pak Sapri pun kembali lagi tak lama kemudian, gue pun mengucapkan terimakasih sekaligus memberi tanda terimakasih tersebut dengan selembar uang berwarna hijau.
" Nuhun neng, selalu kayak gini neng Unge mah. " jawab pak Sapri tersipu malu.
Gue pun lanjut pulang menuju rumah. Rasanya sudah ingin cepat sampai di kamar. Namun selalu ada sosok pria setengah matang itu. Kali ini ia bersama seorang wanita sekitaran usia 24 tahunan. Gue mulai ingat semuanya, memori gue teringat semuanya akan masa lalu yang begitu indah, tetapi drastis berubah 90 derajat menjadi kelam dan pahit untuk gue ungkit.
Gue pun berhenti tepat dibelakangnya ia memberhentikan motor tersebut bersama wanitanya.
Gue curi-curi pandang memperhatikannya, ternyata mereka melihat ke arah gue. Eh gue malah turun ngebuka bagasi tiba-tiba saking gugupnya gue. Pria itu pun akhirnya turun dari motor besarnya dan menghampiri gue.
" Ya Allah hamba mohon.. mudah-mudahan ini bukan pertanda buruk! " seru gue berdoa dalam hati.
Namun kali ini Allah memberikan jalan yang terbaik untuk gue.
" Unge ! Aku tahu itu kamu Nge ! " seru pria setengah matang itu menyapa gue.
" Hah ? Siapa ya ? " gue pun balik bertanya dan menutup pintu bagasinya.
Kaget ! Kaget ! Terkejut !
Itu adalah ekspresi gue saat gue menatap kedua bola matanya dan melihat senyum kecutnya yang membuat wanita melting.
" Kamu kok bisa disini ? " gue pura-pura bego (padahal beneran).
" Kamu yang kemana aja ?? " jawab pria setengah matang itu diiringi linangan air mata yang khas.
Pria setengah matang itu memeluk gue dihadapan wanitanya. Gue berusaha menahan tangis air mata ini. Tapi gue gak bisa. "Ya Allah kabulkan doa hamba bagian sesi ini Ya Allah ! " teriak gue dalam hati.
Air mata resmi menetes di pipi kiri dan kanan, deras layaknya gue menyiram bunga di pagi hari.
Wanita itu terlihat menunduk lemas dan tanpa sengaja beberapa kartu berjatuhan ditangannya. Sehingga membuat mata gue ini tertuju kearah tersebut.
Gue menghampiri wanita itu, dan mengambilkan kartu yang berjatuhan tersebut. Tepat yang gue pegang itu adalah untuk nama gue. "Bunga Sastawijaya,S.E"
Gue tersenyum manis dengan pipi yang basah kuyup. Gue memeluk wanita itu dan gue bisikkan dikuping kanannya, " Selamat ya, kamu wanita beruntung. " Wanita itu pun membalas senyuman diiringi derai air matanya. Ia pun memegang perutnya yang terlihat buncit. Secara tidak langsung ia memberikan kode bahwa dibalik keberuntungannya ia menyimpan duka yang harus disembunyikannya hingga hari bahagia itu usai.
Saat itu pukul 6.30 malam kami menangis di beberapa tempat berbeda yang masih di jalan Dago.
Gue mengambil kartu itu dengan luka yang dalam, pria setengah matang dan wanita itu pun mulai menghilang dari pandangan gue, menjauh seolah selamanya akan jauh dari ingatan gue.
Di dalam mobil gue menangis. Dan membuka dengan pelan isi kartu tersebut.
"Sandiwarakah selama ini setelah sekian lama kita tlah bertemu. Inikah akhir cerita cinta ? Yang selalu aku banggakan di depan mereka. "
Minggu, 11 Mei 2014
Sandiwara Cinta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar