“ Sekarang hari apa sih Nge ? “ tanya Merlyn di sela-sela
keheningan saat mereka sedang asyik dengan gadget
mereka.
“ Lo nyinggung gue banget ya ?! “ jawab Unge sewot dan gak
jelas.
“ Gue kan Cuma nanya, dibagian mana nya gue nyinggung lo ? “
tanya lagi Merlyn dengan heran.
“ Hari ini hari sabtu, dan baru 2 jam yang lalu gue
diputusin cowok gue ! “ jawab Unge dengan tampang tegar namun jari jemarinya
terlihat bergetar (menandakan ia tidak kuasa menahan tangisnya).
“ Hah ? Lo putus ? Gak mungkin si Bora putusin lo Nge.
Lagian apa alasannya katanya ? “ tanya Merlyn dengan kaget.
Unge pun disana bercerita, dan pada akhirnya Unge tidak bisa
menutupi kesedihannya itu dengan memeluk Merlyn dan deraian air mata yang
sungguh deras.
Dan ternyata Bora memutuskan hubungannya dengan Unge
disebabkan Bora akan dijodohkan dengan gadis pilihan kedua orang tuanya yang
ternyata gadis tersebut adalah Hanafia, terlihat bahwa dari namanya saja ia
merupakan santriwati dari Ponpes (Pondok Pesantren) asal kotanya Bora
dilahirkan ( Yellow Bojong ).
Hari-hari Unge sungguhlah galau, tiada kata selalin galau,
tiada makan selain galau, tiada tidur selain galau, galau, galau, galau....
(Penulis pun merasa bosan untuk mengetikannya). Tiba-tiba ponsel Unge pun
berdering,
Kring...Kring...Kring...
“ Haloo “
“ Haloo, Bunga ? ”
“ Iya ini siapa ? “
“ Ini saya, Haryono .
“
“ Haryono ? Maksudnya Pak Haryo ? “
“ Iyo... ini saya.
Lagi dimana Bung ? “
Memang jarang sekali yang memanggil Unge dengan panggilan
Bung kalau bukan para dosen.
Akhirnya mereka pun berbincang-bincang dan melanjutkan
perbincangannya dengan awal pertemuan mereka di Cafe Gahool .
Mereka pun mengobrol sampai larut dan lupa dengan waktu.
Haryono adalah salah satu dosen yang paling sering cengin Unge dari semester 3
hingga semester 7. Bagi Unge Haryono adalah musuh bebuyutannya semasa kuliah.
Tapi tanpa diduga ternyata Haryono atau yang biasa disapa Pak Haryo menyimpan
rasa pada Unge, hingga akhirnya setelah Unge lulus kuliah dan bekerja disalah
satu Bank di Jakarta, Pak Haryo menyatakan cintanya pada Unge.
“ Bung, kamu tau apa bedanya kamu dengan jam tangan yang
saya pakai ini ? “ tanya Pak Haryo dengan menyembunyikan seikat bunga mawar
merah dibelakang punggungnya.
“ Apa pak ? Tumben tebak-tebakan. “ jawab Unge tersipu malu.
Pak Haryo pun memberikan seikat bunga itu sambil melontarkan
rayuannya,
“ Kalau saya lihat jam tangan saya jadi inget kamu karna jam
ini adalah pemberian kamu, tapi saat saya lihat kamu saya jadi lupa waktu dan
ingin meminang kamu . “
Unge pun terharu, dan mencium bunga yang diberikan pak
Haryo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar