Aku menatap jelas
perempuan yang duduk tepat didepanku saat aku menumpangi angkutan umum yang
mengantarkanku ke tempatku pergi menuntut ilmu. Tempat kost-kostanku tidak jauh
dengan kampusku, cukup naik 1 kali angkutan umum pun juga bisa.
Perempuan itu sungguh
cantik sekali, wajahnya tidak membosankan untuk kulihat, aku berkata dalam
hatiku, andai saja aku ini kaum adam, aku pasti jatuh cinta padanya. Perempuan itu
sepertinya mulai risih saat mataku ini tak henti memperhatikan gerak-geriknya. Rambutnya
terurai sebahu, tatapan matanya itu begitu sensual, bibir tipisnya pun juga tak
kalah dengan tatapannya, sensual.
Tiba-tiba perempuan itu
pun turun dari angkutan umum yang aku tumpangi, rupanya ia lebih dulu dari pada
aku. Saat ia akan turun dari tempat duduknya itu, tampak begitu repot sekali. Tangan
kirinya selain menenteng tas yang ia bawa ia juga harus menutupi pada bagian
leher bajunya yang terlalu lebar sehingga belahan pada dadanya itu terlihat,
dan tangan kanannya harus menutupi belakang bajunya, karna jika ia menunduk
maka bagian-bagian yang tidak diinginkan pun akan terlihat juga. Ia pun turun dari angkutan umum dengan mulut
yang komat-kamit. Entah ia merasa direpotkan dengan pakaiannya atau memang merasa
risih, karna sejak aku duduk, mataku tak henti memperhatikannya.
5 menit kemudian aku
minta diberhentikan tepat didepan kampusku. Aku pun tak lupa membayar ongkos
yang biasa aku berikan sebesar Rp 1500,. Sesampai aku di kelas, aku
menceritakan perempuan yang tadi lihat di angkutan umum pada temanku, Gea. Rupanya
Gea mengenali siapa perempuan itu, malah ternyata perempuan itu adalah icon kampusku yang memang terkenal,
hanya aku saja yang baru melihatnya. Namanya adalah Erva.
Erva adalah mahasiswi
semester 7 yang seangkatan denganku namun berbeda fakultas. Erva memang cantik
dan proporsional, tak sedikit mahasiswa baik junior hingga senior yang dibuat
terbelalak oleh pesonanya. Bahkan hingga dosen-dosen pun tak mampu menutupi
rasa keinginannya untuk sekedar mengobrol basa-basi atau mengajak dinner. Aku cukup bangga padanya, ia
memang cantik dan banyak penggemarnya, pasti dengan kecantikannya itu ia
hidupnya bahagia. Erva pun menghampiri tempatku dan Gea yang sedang duduk
menunggu kuliah jam kedua.
Aku pun memberikan
senyum untuknya. Tapi sayang, dia begitu jutek. Mungkin dia masih kesal karna
satu angkutan tadi pagi bersamaku. Aku benar-benar memuji habis-habisan pada
Erva. Tapi, terdengar suara Azam yang sedang membicarakan Erva, padahal Erva
itu ada disampingku. Aku gak tahu dimana letak kesopanannya Azam, bisa saja
Erva itu mendengar omongan kasarnya Azam yang sedang membicarakannya.
“Bro, si Erva cantik ya
! Sayang gak bertudung. “ cerita Azam dengan berbisik hingga terdengar sampai
ke kupingku, pada salah satu teman kelasku juga Akhsan.
“Munafik lo zam, gue
tahu mantan-mantan pacar lo juga kebanyakan gak bertudung, kenapa lo
menyayangkan Erva gak bertudung ?” jawab Sidiq, dan jika aku ada dalam
perdebatannya aku akan sangat pro sekali sama jawaban Sidiq.
“Justru itu bro, gue
hanya mampu bertahan 1 sampai 3 bulan dengan mantan-mantan gue yang gak
bertudung, dibanding dengan mantan terakhir gue...”
Azam pun tidak
melanjutkan jawabannya itu, lalu Sidiq pun meminta Azam untuk meneruskan
jawabannya itu.
“Mantan terakhir lo
siapa ? Chika kan ? Dia juga tidak bertudung zam !”
“Mantan terakhir gue
itu Nafissa bro, lo gak tau dia siapa, karna hubungan gue sama Nafissa hanya
sampai 2 minggu. “ tukas Azam dengan wajah yang kecewa.
Erva pun pergi dari
tempat duduk tepat disampingku. Aku pun menegur Azam untuk tidak membicarakan
Erva.
“Azam ! gara-gara lo
Erva pergi noh ! Lo gak kira-kira kalau ngomongin orang tuh !”
Ternyata Azam tidak
menyadari Erva duduk disampingku. Azam pun malah dengan lantang menceritakan
mantan pacar terakhirnya itu, dan tanpa sadar aku pun terbawa hanyut oleh
cerita cinta Azam.
Mantan pacar terakhir
Azam adalah Nafissa, mahasiswa PTN di Bandung juga. Menurut Azam, Nafissa gak
kalah cantik dengan Erva, hanya saja Nafissa lebih memberikan kesan penasaran,
meskipun ia tidak bertudung, tapi ia mampu menutupi bagian-bagian yang memang
sensitif. Lain halnya dengan Erva, yang selalu berpakaian ketat. Azam memang
berniat serius pada Nafissa, hanya saja Nafissa lebih pintar melihat kelakuan
Azam yang memang sering bergonta-ganti pacar dan terlebih sering juga Azam
membawa perempuan masuk ke kamar kostnya. Dengan alasan ada tugas kuliah yang
tidak ia mengerti.
Azam pernah memberi
tantangan pada Nafissa,
“Naf,
kamu itu cantik sayang. Tapi lebih cantik lagi kalau kamu bertudung!Aku pengen
lihat kamu bertudung.”
Nafissa pun mengangguk
tanda setuju. 3 hari kemudian Nafissa meminta Azam untuk menemuinya di kampus
Nafissa.
Azam sangat
terkagum-kagum pada Nafissa, menurutnya dari sekian banyak mantan-mantannya itu
hanya Nafissa yang mampu menerima tantangan dari Azam. Sayangnya Nafissa punya
rencana lain.
“Naf,
subhannallah benar kataku naf, kamu cantik banget!”
“Allhamdulillah
zam, kamu sudah memberi bahan untukku, sampai-sampai aku hampir lupa sama
janjiku sama Allah!”
Saat mendengar jawaban
Nafissa, Azam tampak tersenyum bangga akan dirinya sendiri, karna ia bisa
menaklukan perempuan paling cantik menurutnya.
“Syukurlah
naf, kalau ternyata keinginanku ini memang janjimu sama Allah.”
“Azam,
aku bertudung bukan karna semata-mata aku mengiyakan keinginan kamu. Kita ini
masih pacaran, dan hanya baru 2 minggu. Aku memang sudah ada niatan untuk
bertudung saat aku semester 1 dan aku akan semakin memantabkan jika aku sudah
menikah nanti, tetapi tak sia-sia istikharahku sepanjang aku saat semester 1 hingga
semalam tadi memberikan jawaban bahwa ini saatnya aku bertudung dan memilih
pilihan calon hidupku!
Ada perasaan kecewa dan
sekali lagi sedikit bangga akan dirinya Azam juga, karna Azam sudah yakin, Azam
akan dipilih untuk menjadi calon dikehidupannya Nafissa. Padahal jawaban
Nafissa,...
“Hubungan
kita cukup disini saja Azam!”
Nafissa meninggalkan
Azam saat itu juga hingga sekarang ini. Azam begitu kecewa dan menaruh dendam
pada Nafissa. Tampak wajahnya memerah saat Azam menceritakan bagian kisahnya
yang satu ini.
Dari kasat mataku, Azam terlalu egois. Menurutnya
semua perempuan-perempuan yang ia pacari itu harus menuruti apa keinginan Azam.
Azam memang terlahir dari keluarga yang serba berkecukupan, jadi semasa
hidupnya memang selalu dimanjakan oleh harta-harta yang dimiliki orang tuanya.
Berapa banyak perempuan yang disakiti oleh Azam hingga berdatangan kekelasku.
Saat perempuan-perempuan yang memang cantik itu berlutut dihadapan Azam, jawaban Azam hanya simple.
“Hei sudah jangan
berlutut gitu, aku bukan Tuhan kamu sayang. Nomor rekening kamu berapa ? Nanti
pulang kuliah aku transfer !”
Aku gak tahu
asal-muasal cerita cinta mereka itu seperti apa, yang jelas Azam selalu
menjawab seperti itu, “Nomor Rekening”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar