Senin, 26 Mei 2014

Live is Adventure

Pukul 11.00 pagi, entah aku harus mengatakan ini siang atau pagi. Bagiku hari-hari yang ku lalui akhir-akhir ini begitu cloudy. Padahal Jakarta siang ini begitu panas. Memang selalu diwarnai dengan suasana panas dan gerah. Hampir 2 bulan aku menyandang status single setelah 2 bulan yang lalu kami resmi berpisah. Ya benar, aku dan suamiku memutuskan untuk bercerai, perceraian memang menyakitkan untuk kalangan apapun, terlebih dengan status baruku, single parent. Anakku sekarang usianya 2 tahun dan satu lagi adiknya berusia 1 tahun. Aku dan suamiku sepakat hak asuh anak pertama ada bersamaku dan si bontot anakku bersama ayahnya. Keluarga begitu kecewa dengan keputusan kami berdua. Karna korbannya adalah anak kami sendiri. Aku tidak menginginkan perceraian ini. Tapi bagaimana bisa, suamiku yang aku kenal sejak 3 tahun silam itu bermain api di belakangku bersama wanita lain. Wanita itu tidak lain adalah adikku sendiri.
Aku tidak tahu mengapa Tuhan memberi cobaan seberat ini, apakah adikku masih pantas untuk aku panggil sebagai saudara kandungku ?
Suamiku bajingan, ia tidak bisa melihat mana kawan mana lawan .
Usia pernikahan kami yang baru saja berjalan 2 tahun 6 bulan ini, tidak layak untuk aku sebut bahwa ini adalah pernikahan sakral.
Aku tidak menyumpahinya dengan sumpah serapah yang bertubi-tubi. Aku hanya bertitip, anak bungsuku harus dirawat dan dibesarkan dengan kasih sayang dan cinta yang tulus, meskipun anakku akan mendapatkan kasih sayang dari ibu tirinya yang berawal dari skandal mantan suamiku dan adikku.
Aku sekarang tinggal di apartment yang dekat dengan rumah ibuku bersama anak pertamaku. Proses perceraian kami sedang berjalan. Aku berharap Tuhan akan memberikan jalan yang terbaik untuk aku dan anak-anakku.
Karna aku yakin dibalik masalah ini akan ada jalan keluar terbaik yang menanti kami (aku dan anak-anakku).

Inspiring by Ms. Hanna, 23 yo.

Jumat, 23 Mei 2014

Terimakasih Kawan !

Sore itu terlihat awan putih berubah menjadi warna kelabu. Mendung menjadi jawaban saat itu. Tampak di sebelah barat sana, hujan sudah mengguyur bandung raya dengan deras. Aku berencana hari ini akan pergi bersama kawanku yg sudah lama menunggu di tempat biasa untuk sekedar mengopi di Starbuck Coffee .
Ponsel aku pun berdering,
" Halo.. "
"Nge, lo dimana ? Gue udah mau jamuran nih nungguin lo ! "
" Sabar..."
" Kenapa gue disuruh sabar ? "
" Ingat orang itu disayang Tuhan. "
" Ah baku banget sih lo ! Lo kenapa ?"
" Bahas nanti aja, gue cabut sekarang ! "

Aku pun pergi menuju ke arah bandung tengah, dimana Raisa kawanku berada disana. 20 menit kemudian aku sampai tepat berada dihadapan Raisa.
Raisa nampak bahagia menyambut kedatanganku yang berwajah kelabu ini.
" Lo kenapa ? Coba ceritakan pada kawanmu ini " tanya Raisa sambil membelai-belai rambut sebahuku ini.
" Gue... "
Belum sempat aku menceritakan kisah laraku ini, Raisa sudah memotong pembicaraan.
" Eh sebentar Nge, gue dapat kabar bahagia buat lo ! "
Raisa pun memberikan sebuah kotak yang berisi foto-foto aku bersamanya. Aku pun dibuat bingung oleh kegirangan Raisa.
" Maksudnya apaan Ra ? " tanyaku sambil memegangi foto-foto itu.
" Gue takutnya lo kangen gue nanti ! " jawab Raisa cengar-cengir.
" Kita putus Ra ? " tanyaku dengan raut serius dan intonasi bercanda.
" Huss ! Enak aja. Gue mulai lusa akan terbang ke kuala lumpur, karna gue resmi jadi karyawan majalah populer di sana. " jawab Raisa dengan sumringah, tanpa memikirkan perasaanku yang hampir berkeping-keping, hancur menjadi tepung terigu yang kasar.
Aku pun tersenyum, tanda tak ikhlas.
" Kok lo diam doang, lo gak senang apa kawan lo ini bakal jadi tim editor di sana ? " tanya lagi Raisa dengan nada kecewa.
Aku pun menjawab pertanyaan Raisa dengan bijak.
" Gue senang banget kali Ra, tapi lo udah persiapkan semuanya kan ? Lo butuh bantuan apa nih dari gue ? "
Kini Raisa yang memperlihatkan wajah murungnya, dan aku yakin akan ada pertanda buruk yang keluar dari mulutnya.
" Mata lo gak bisa bohong Nge, gue kenal lo jauh dari sebelum lo pacaran sama Armand ! "
Sontak aku kaget, saat Raisa nyebutin nama Armand.
Ya, Armand adalah mantan pacarku yang paling aku sayangi, sampai rasa sayang itu menjelma menjadi kebodohan untukku.
" Maksud lo Ra ? " tanyaku yang berharap Raisa tidak mengetahui masalah aku dengan Armand.
" Lo bodoh Nge ! Bodoh ! Rasa sayang lo itu, Armand manfaatin dengan dia balik menaruh kecurigaan dan seolah bersifat protect sama lo ! " jawab Raisa dengan kekesalan yang meluap dihadapan mukaku.
Aku berusaha menahan tangis air mata ini, jangan sampai Raisa melihat aku gak bisa bangkit dari rasa kekecewaan ini.
" Gue sudah duga Ra, gue baru sadar kemarin malam itu Ra ! " jawabku berusaha tegar.
" Gue bilang juga apa Nge ! Dan gue capek ngasih tahu lo nya itu. " tukas Raisa sambil menyeruput cappucino latenya yang hampir dingin.
Aku dan Raisa detik itu juga saling diam. Aku asyik memainkan sedotan yang ada di atas cupku, dan Raisa asyik dengan gadgetnya.
Suasana seketika mencair saat Armand tidak sengaja masuk kedalam Starbuck Coffee yang tanpa diketahuinya aku dan Raisa duduk tepat berada di samping etalase kopi-kopi, dan ia tidak sendirian melainkan bersama wanita yang disinyalir wanita itu adalah teman SMAnya Armand sekaligus sepupunya temannya kuliahnya Raisa yang tinggal di surabaya (seribet itukah silsilahnya?).
Aku dan Raisa memasang wajah dan ekspresi kaget. Raisa hampir mau melempar Armand dengan piring kecil yang masih berisi potongan rainbow cake namun niatan itu Raisa urungkan karna menurutnya harga piring kecil dan rainbow cake milik Starbuck Coffee itu lebih mahal dari pada harga dirinya Armand, dan aku melempari dengan gulungan kertas. Dan gulungan kertas itu tepat sasaran, sayangnya bukan pada Armand melainkan dosen bebuyutanku yang pernah mengajarku semasa kuliah S1 dulu yang memang duduknya searah dengan Armand yang sedang memesan minuman.
" Haduh Nge, lo lihat itu kena dosen lo itu si Rafan ! "
Begitulah Raisa, tidak pernah memanggil dosen dengan awalan Pak atau Bu.
" Mampus gue ! Itu pak Rafan yang sering banget nyuruh gue ngerjain soal-soal absurd. " jawabku dengan menundukkan kepalaku agar pak Rafan sulit untuk melihatku.
" Lagian ngapain si Rafan ke tempat ini ?" Tanya Raisa disela kepanikanku ini.
Armand pun nampak risih mendengar kebisingan dari sumber suara yang diduga bisingnya hanya di tempat aku dan Raisa duduk.
" Heh, lo lihat deh Ra, Armand lihat ke arah kita itu ! " Seru aku makin panik.
Raisa pun beradu pasang mata dengan Armand yang jaraknya tidak begitu jauh.
" Gue akan urus semua ini ! " tukas Raisa sambil meninggalkanku sendiri dan berjalan dengan gagahnya yang tak lupa dibantu dengan wedges 7cm nya.
Raisa pun mengahampiri Armand dan dari tempat dudukku terdengar suara tamparan yang begitu crunchy dan krezzz seperti di iklan-iklan tv.
Plak....
" Itu adalah tamparan yang begitu manis dan harmonis. " teriak Raisa hingga aku pun dapat mendengar tamparan dan perkataan Raisa yang membuatku ingin sekali memanggil Jaya Suprana dan memberikan penghargaan rekor muri untuk kawanku Raisa yang berjiwa patriot.
Plak....
Sekali lagi aku mendengar suara tamparan yang paling merdu di sejagad alam Starbuck Coffee.
" Dan terakhir tamparan yang begitu elegan. " teriak lagi Raisa, yang mengundang aku untuk turun tangan (bukan untuk menampar).
" Cukup cewek gila! "
Armand pun angkat bicara dan memegang tangan Raisa hingga Raisa mengerang kesakitan.
Aku pun menghampiri mereka. Dan melepaskan tangan Armand.
Pihak Starbuck Coffee hampir mengeluarkan kami dari tontonan orang-orang yang ada disekitar yang sedang mengopi, namun sayangnya salah satu waitress di sana malah mengurungkan niat baik rekan kerjanya itu.
Waitress A : Helmi, lo mau kemana ?
Waitress B : Gue mau ngamanin orang-orang itu Bud !
Waitress A : Jangan, awas lo minggir ! Lo mau masuk juga ke video amatir gue ini ?
Waitress B : Hah ? Lo rekam orang-orang itu ?
Waitress A : Iya awas lo minggir ! Keburu udahan ini debatnya.
Ternyata mereka menjadikan perkara ini untuk hiburan mereka. Miris.
Armand nampak kaget saat melihatku. Wanitanya pun ikut kaget. Raisa kaget. Aku pun kaget, kenapa mereka terkaget-kaget seperti itu melihat aku turun ke dalam permasalahan ini.
" Ar, Raisa itu baik. Tega kamu ninggalin Raisa yang sebentar lagi dia jadi calon ibu dari anak kamu, dan kamu akan jadi calon ayah dari anak yang sedang Raisa kandung. Tolong berpikirlah yang jauh Ar, jangan hanya ingin memanfaatkan dengan sifat kamu yang seolah protect. "
Raisa, Armand dan wanita itu benar-benar semakin terkejut dengan pesona aktingku yang membuat semuanya makin runyam. Raisa sepertinya malah ingin menamparku, tetapi langsung aku tangkis dan aku arahkan ke perutnya Raisa yang memang terihat buncit karna kembung kebanyakan meminum kopi dan menahan kencing.
Aku pun mengarah pada wanita itu, dan tampaknya wanita itu hampir menangis melihat aktingku ini yang mampu menghipnotisnya. Seharusnya Raam Punjabi melihat aktingku ini.
" Mbak, maaf aku gak kenal siapa mbak, tapi sebagai sesama wanita, pahamilah bagaimana perasaan seseorang yang diming-imingi dengan kebahagiaan masa depan dan tanggung jawab seorang pria."
Air mata akhirnya resmi menetes di pipi wanita itu, dan Armand langsung memohon-mohon pada wanitanya agar tidak mempercayai semua perkataanku.
Namun sayang, wanita itu menampar renyah Armand sang mantanku ini. Dan pergi meninggalkan kata klasik,
" Terimakasih, kamu bukan hanya meniduriku saja tetapi kamu menanam penderitaan pada perempuan itu ! Kita putus ! "
Raisa tidak terima dengan perkataan wanita itu yang menuduh bahwa Raisalah kekasih Armand yang sudah dikhianati itu, dan sepatu wedges 7cm itu hinggap di kaki kananku dengan...
" Aww ! Sakit Ra ! " aku pun menjerit.
Armand kini hanya melihat tingkah aku dan Raisa yang terlihat natural beraktingnya. Karna itu bukan akting, melainkan sesungguhnya.
" Cukup ya Nge, lo buat hubungan gue runyam sama cewek gue ! " Armand pun menunjuk ke arah gue.
" Bagus kalau gitu, jadi kita satu sama Ar." Jawabku puas.
Aku dan Raisa akhirnya pulang, dan lusanya aku tampak tegar saat mengantarkan Raisa ke bandara Soetta.
To : Raisa kawanku
Aku akan menyusul ke KL setelah aku lulus S2 ini, terimakasih kawan atas segala jasa terindahmu semasa kita berada di Starbuck Coffee satu tahun silam yang lalu.
From : Unge. "

Minggu, 11 Mei 2014

Sandiwara Cinta

Sore ini tepat pukul 5 mengarah pada jam digital yang melekat ditangan gue setiap harinya, menandakan hari mulai petang. Gue mengambil sehelai tisue ditempatnya. Dan menghapus keringat yang terus bercucuran hingga ke pipi kanan. "Huff.. cuaca hari ini panas banget, ac mobil pun gak ngaruh !" ujar gue saat sedang menyetir menuju kantor gue yang beralamatkan di jalan Dago.
Jam 5 sore saatnya gue buat pulang dan merebahkan tubuh kurus ini yang sebagian dibaluti oleh warna kulit sawo matang. Namun karna ada beberapa file yang tertinggal, mengharuskan gue untuk mau tidak mau balik lagi ke kantor.
Mata ini sangat kontras sekali saat melihat ke arah seorang cowok ataukah harus gue sebut pria setengah matang yang berpakaian serba biru mengendarai motor besarnya yang berwarna biru juga. Gue seperti mengenali sosok pria setengah matang itu, tapi gue mengurungkan niatan untuk mengingat lebih dalam lagi tentangnya. Gue pun mulai fokus menyetir. Dan sampailah di kantor tercinta ini.
" Pak, pak Sapri ! " panggil gue kearah pak Sapri yang tengah asyik mengobrol dengan rekan satpamnya.
" Eh neng, ada apa neng teh pulang lagi ? " jawab pak Sapri dengan khas logat sundanya.
" Gini pak Sapri, saya ada yang ketinggalan beberapa berkas di meja saya, tapi pintunya sudah terkunci pak. Pak Sapri punya kunci duplikatnya gak ?" Jelas gue secara gamblang.
" Oh ada neng, mau sama neng apa sama bapak aja ? " jawab pak Sapri sembari menunjuk dadanya.
" Sama pak Sapri aja ya, ada di amplop warna coklat ya pak ! "
Gue pun duduk di pos satpam ditemani rekan satpamnya yang baru satu minggu bekerja di kantor perusahaan gue.
Pak Sapri pun kembali lagi tak lama kemudian, gue pun mengucapkan terimakasih sekaligus memberi tanda terimakasih tersebut dengan selembar uang berwarna hijau.
" Nuhun neng, selalu kayak gini neng Unge mah. " jawab pak Sapri tersipu malu.
Gue pun lanjut pulang menuju rumah. Rasanya sudah ingin cepat sampai di kamar. Namun selalu ada sosok pria setengah matang itu. Kali ini ia bersama seorang wanita sekitaran usia 24 tahunan. Gue mulai ingat semuanya, memori gue teringat semuanya akan masa lalu yang begitu indah, tetapi drastis berubah 90 derajat menjadi kelam dan pahit untuk gue ungkit.
Gue pun berhenti tepat dibelakangnya ia memberhentikan motor tersebut bersama wanitanya.
Gue curi-curi pandang memperhatikannya, ternyata mereka melihat ke arah gue. Eh gue malah turun ngebuka bagasi tiba-tiba saking gugupnya gue. Pria itu pun akhirnya turun dari motor besarnya dan menghampiri gue.
" Ya Allah hamba mohon.. mudah-mudahan ini bukan pertanda buruk! " seru gue berdoa dalam hati.
Namun kali ini Allah memberikan jalan yang terbaik untuk gue.
" Unge ! Aku tahu itu kamu Nge ! " seru pria setengah matang itu menyapa gue.
" Hah ? Siapa ya ? " gue pun balik bertanya dan menutup pintu bagasinya.
Kaget ! Kaget ! Terkejut !
Itu adalah ekspresi gue saat gue menatap kedua bola matanya dan melihat senyum kecutnya yang membuat wanita melting.
" Kamu kok bisa disini ? " gue pura-pura bego (padahal beneran).
" Kamu yang kemana aja ?? " jawab pria setengah matang itu diiringi linangan air mata yang khas.
Pria setengah matang itu memeluk gue dihadapan wanitanya. Gue berusaha menahan tangis air mata ini. Tapi gue gak bisa. "Ya Allah kabulkan doa hamba bagian sesi ini Ya Allah ! " teriak gue dalam hati.
Air mata resmi menetes di pipi kiri dan kanan, deras layaknya gue menyiram bunga di pagi hari.
Wanita itu terlihat menunduk lemas dan tanpa sengaja beberapa kartu berjatuhan ditangannya. Sehingga membuat mata gue ini tertuju kearah tersebut.
Gue menghampiri wanita itu, dan mengambilkan kartu yang berjatuhan tersebut. Tepat yang gue pegang itu adalah untuk nama gue. "Bunga Sastawijaya,S.E"
Gue tersenyum manis dengan pipi yang basah kuyup. Gue memeluk wanita itu dan gue bisikkan dikuping kanannya, " Selamat ya, kamu wanita beruntung. " Wanita itu pun membalas senyuman diiringi derai air matanya. Ia pun memegang perutnya yang terlihat buncit. Secara tidak langsung ia memberikan kode bahwa dibalik keberuntungannya ia menyimpan duka yang harus disembunyikannya hingga hari bahagia itu usai.
Saat itu pukul 6.30 malam kami menangis di beberapa tempat berbeda yang masih di jalan Dago.
Gue mengambil kartu itu dengan luka yang dalam, pria setengah matang dan wanita itu pun mulai menghilang dari pandangan gue, menjauh seolah selamanya akan jauh dari ingatan gue.
Di dalam mobil gue menangis. Dan membuka dengan pelan isi kartu tersebut.
"Sandiwarakah selama ini setelah sekian lama kita tlah bertemu. Inikah akhir cerita cinta ? Yang selalu aku banggakan di depan mereka. "

Kamis, 08 Mei 2014

Complicated Life

Lagi, untuk kesekian kalinya dunia pertemanan gue dan teman-teman lainnya harus terpisahkan dan tereliminasi hanya karna beberapa lembar undangan doang, ya..memang satu lembar, tapi di dalam isi undangan tersebut terdapat satu nama pria yang tidak gue kenal dan satu laginya nama wanita yang gue kenal banget.
"Rena ? Rena nikah ? Ya ampun gue gak nyangka banget ! " teriak gue gak percaya saat gue menerima kiriman dari pak pos yang berisi wedding invitation dari teman lama gue Rena.
Gue membuka isi lembar demi lembar undangan tersebut, Rena nikah sama mantan pacarnya Dhena, Tobi.
Sebenarnya gak terlalu masalah banget buat gue, gue harusnya melihat ke atas jangan ke bawah ???
Lihatlah ke atas, masih banyak wanita-wanita yang di atas usia gue yang masih belum mendapatkan pasangan hidupnya. Jangan sesekali melihat ke bawah, mereka yang mendahului gue itu belum cukup umur harusnya diusia mereka saat ini mereka masih kuliah semester 6.
Rena memang usianya jauh di bawah gue, dua tahun lebih muda dari gue. Karna Rena tidak melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, jadi Rena selepas lulus SMA, Rena memutuskan untuk kerja freelance hingga bertemulah dengan Tobi mantan pacarnya Dhena.
Rena itu manis, tinggi badannya sekitar 165cman, dulu zamannya SMP saat upacara pagi menjelang matahari terbit, Rena selalu memayungi gue saat itu dengan bercerita tentang kehidupan percintaannya yang gak jelas endingnya, meskipun gue gak terlalu mau dengerin ceritanya tapi sengaja gue suka tarik-tarik supaya dia jangan berubah posisi memayungi gue.
"Oh.. gitu ya ceritanya, tapi kok beda lagi Ren ? Kemarin kan ceritanya cowok kamu itu nganterin mamanya, kenapa sekarang ceritanya jadi melayat kucing tetangganya yang meninggal ?" Tanya gue dengan banyak kepura-puraan sambil mengangkat wajah ini ke arah Rena, karna tinggi badan gue dibanding Rena itu hanya sampai sedadanya.
Begitulah Rena, konflik cinta yang non sense, namanya juga cinta monkey.
Mengingat semua kisah lalu bersama Rena, gue jadi ingat, gue masih punya teman yang senasib sepenanggungan sama gue.
Gue pun mencoba menelpon teman gue dan berharap nomor ini masih aktif.
Tuuut...tuuuut
Yes, masih aktif !
" halo..."
" Ya halo, Dhena ! " gue pun kegirangan memulai obrolan dengan Dhena.
Lama tak bersua, gue hanya bisa cuap-cuap lewat telepon. Hingga pada topik permasalahan, gue malah lupa kalau Dhena pasti tidak diundang di acara pernikahannya Rena dan Tobi.
" Emm Dhen, ini sorry ya sebelumnya lo diundang ke acaranya Rena sama Tobi gak ? " tanya gue dengan ragu.
" Oh, lo biasa aja kali gak usah gugupan gitu. Iya gue diundang kok sama mereka haha. Nanti gue datang sama tunangannya gue.. "
Ada yang membuat detak jantung gue sesaat terhenti ,saat mendengar Dhena sudah bertunangan.
" Lo tunangan sama siapa Dhen ? Gue tahunya pacar terlama lo itu Tobi. " tanya gue hopeless.
" Sekarang gue yang minta maaf sama lo, gue tunangan sama mantan pacar lo yang lalu, Redi. " jawab Dhena lugas yang semakin memperburuk keadaan gue.
" Oh ha ha Redi ya, santai aja lagi ! " seru gue dengan tawa terpaksa dan semakin ingin mencari tali untuk gantung diri.
Gue dan Dhena pun menutup telepon masing-masing tanpa ada dendam dan sumpah serapah dari mulut gue yang sedang patah hati.
Gue yakin seyakin-yakinnya, gue bukan wanita terpuruk stok terakhir di Bandung raya ini he he.. Lihatlah ke atas jangan ke bawah.

Sabtu, 03 Mei 2014

Drama

Kelam aku merasa suram
Buram aku menatap tajam
Sunyi aku rasakan sepi
Sendiri aku berdiri
Kau tanamkan duri,
Seolah aku yang berduri
Kau berucap seolah aku mengucap
Kau berbuat seolah aku membuat
Kau mainkan peran seolah aku berperan
Tetes air yang mengalir
Mengalir dari dalam hati
Hati yang pedih
Pedih tersakiti
Derai air mata, tak akan ada arti
Gelak tawa canda, kau buat berarti
Pantaskah aku dihadapanmu
Bersimbah darah memanggilmu
Pantaskah aku dalam tatapanmu
Mengubah kisah dalam hidupmu

Jodoh Larinya Kemana ??? Part 4

Semua rencana sudah matang untuk dipersiapkan. Ira ikut bersama Unge menuju bandung dengan mobilnya Unge, karna disini Unge yang menjadi bos, sehingga Unge menyerahkan mobilnya pada Ira, dan Unge akan melanjutkan tidurnya di kursi belakang. Maka selamatlah untuk Ira menjadi supir pribadi Unge.
" Nge enak banget hidup lo dah, gue cuman dibayar dengan "Hutang Lunas" doang aja udah dibikin kayak supir gini Nge ?! " gumam Ira dengan cemberut.
" Udah ah lo jangan banyak omong, gue mau bobok manis dulu ! " jawab Unge sambil meregangkan otot-otot tangannya yang dari tadi nangkring terus main bersama laptop dan berkas-berkasnya.
Mereka pun akhirnya jalan menuju Bandung, saat itu memang weekend dan jalanan pun terasa macet sekali. Ira pun nampak lelah melihatnya apalagi ia yang menyetir. Sedangkan Unge pulas tertidur. Unge dan Ira adalah partner kerja yang baik, apalagi Ira baik sekali saat dia memang sedang butuh uang untuk bayar kost-kostan dan biaya makannya dia saat akhir bulan tiba. Jabatan Unge memang di atas Ira, apalagi Unge sekarang melanjutkan studi S2 di Bandung, dan tidak dapat dipungkiri keputusan Unge ini selain tidak mau memiliki waktu luang untuk menikmati kehidupannya, Unge pun tahu maka setelah Unge menyelesaikan studinya itu selain kegiatan Unge di kantor berkurang pendapatannya sebulan pun menjadi naik, bayangkan bila dengan gelar sarjananya Unge mengantongi 4juta perbulan maka dengan studi S2nya saja Unge bisa mendapatkan pendapatan dua kali lipatnya, fantastis !
" Nge bangun lo, sudah sampai di kampus lo ini ! " Ira pun membangunkan Unge dengan wajah yang lelah.
" Oh cepat juga sudah sampai lagi, gue lelah banget sih Ra, mangkanya lo buruan dong naik jabatan biar lo bisa bantuin nanti tugas-tugas kantor gue ! " jawab Unge yang baru bangun dan langsung ngajak berdebat.
" Aduh Nge, sudah turun cepat giliran gue sekarang yang mau tidur di belakang ! "
Unge pun langsung turun tanpa berkata-kata apapun.
Mereka tidak menyadari bahwa kampus yang Ira maksud adalah Kampus Bumi Parahyangan dan itu sudah jelas sekali bukan kampus Unge melainkan itu adalah kampus dimana Arlan mengajar. Tetapi Unge pun dengan mata lelah hanya mengerutkan dahinya dan berpikir bahwa selama seminggu kemarin itu kampusnya sedang direnovasi.
Tetapi Unge mulai merasakan ada yang aneh saat ia terus berjalan dengan mata yang terkantuk-kantuk dan berjalan tak henti-hentinya hingga ia mulai sadar.
" Mampus si Ira, ini kampus siapa ? Gue gak kenal sama orang-orangnya ! " celetuk Unge sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Tak sengaja Unge melihat ada sosok yang dikenalnya, ya benar ternyata itu adalah Arlan. Arlan mengajar di kampus ini sebagai dosen komunikasi.
Unge pun langsung terbirit-birit lari menuju parkir mobilnya. Ira pun langsung kaget, padahal baru saja ia akan merasakan indahnya bermimpi.
" Ra lo parah ya, ini bukan kampus gue, ini kampus apaan bukan kampus gue ini judulnya ! "
" Lo ganggu aja gue mau tidur Nge, terus kampus lo yang mana ? " tanya Ira dengan kesal .
" Udahlah lo tidur aja, gue yang bawa mobilnya ! "
Akhirnya Ira pun tertidur, sesampai di kampusnya Unge. Unge pun mengunci Ira dari luar yg sedang tertidur.
Saat Unge melewati kelasnya Boy, Unge melihat Boy sedang mengobrol dengan pria dewasa yang ternyata itu adalah dosen mata kuliah ekonomi , nampak serius mereka mengobrol dan di dalam kelas itu hanya ada Boy dan Pak Doremi. Tak sedikit pun Unge merasakan kecurigaan.
Unge pun masuk ke dalam kelasnya dan memulai aktivitasnya sebagai mahasiswa pasca sarjana.
Selesai Unge kuliah, Unge pun menghampiri Boy.
" Boy, lo dari tadi ngapain sih sama pak Doremi ? " tanya Unge saat duduk di sebelah Boy yang berada di kantin.
" Gue emmm gue.. emang lo tadi lihat gue lagi ngapain emangnya ? " jawab Boy dengan gugup.
" Ah sudahlah gak penting juga..."
Tiba-tiba Unge pun teringat sesuatu yang hampir ia lupakan.
" Ya ampun gue lupa gue ngunci si Ira di mobil gak ada udara lagi ! "
Unge pun berlari menuju parkir mobil. Dan benar saja ternyata Ira hampir kehabisan oksigen didalam.
" Nge lo tega nge.. gue hampir mati ! " seru Ira dengan wajah pucat.
" Sorry gue lupa Ra, gue malah ke kantin hehe. " jawab Unge dengan wajah tanpa dosa.
Ira dan Unge mulai merencanakan rencananya, akhirnya Unge pun pulang menuju komplek rumah Arlan dan Tina yang bertempatkan di jalan Sukahepi. Unge hanya menurunkan Ira di luar rumah Arlan, dan Unge diam di dalam mobil menunggu hasil kabar dari Ira. Ira pun berjalan dengan sangat ragu, namun dengan pelan dan keyakinan yang tinggi Ira berkata, " Hutang Lunas ! Hutang Lunas ! HUTAAAANNG LUNASSS ! "
" Siang, permisi ! "
Tina pun membukan pintu rumahnya.
" Iya siapa ya ? "
" Halo Tina, aku Rere temannya Arlan waktu kuliah S1 dulu. "
Ira tampak ragu dan tidak percaya, tetapi Ira sebenernya memang tidak terlalu mengenali teman-teman kuliahnya Arlan saat Arlan kuliah S1 dulu. Ira mengerutkan dahinya yang memang masih bingung, " Emm.. Rere? Lalu ada perlu apa ya ?"
Tina masih belum mempersilahkan Ira untuk masuk ke dalam rumahnya.
" Begini loh Tin, aku itu mau kasih sureprise gitu buat Arlan sama teman-teman lainnya juga, karna hanya aku yang gak terlalu sibuk jadi aku yang dipilih sama teman-teman buat kompromiin dulu sama kamu Tin, padahal aku malu Tin sama kamu kemarin aku gak sempat datang ke weedingnya kamu hehe. " jawab Ira dengan gamblang dan sukses akhirnya Tina pun mempersilahkan Ira masuk kedalam rumahnya.
Ira memang pandai sekali memerankan peran Rere yang notabene adalah teman lama Arlan. Mereka pun nampak akrab hingga tak terasa sudah menunjukkan pukul 3 sore, dan Unge mulai merasa kesal. Ira belum puas dengan jawaban Tina tentang Unge.
" Eh Tin, kamu masak gak kenal sama mantannya Arlan yang namanya Bunga yang suka dipanggil Unge ? "Tanya Ira dengan akrab.
" Oh Unge, itu memang teman sekolah aku dulu sih aku malah gak tahu nama aslinya. " jawab Tina dengan polos.
" Iya Tin, katanya Unge itu mantan terakhirnya Arlan setelah akhirnya nikah sama kamu kan ? Aku tau dari teman-teman sih, karna aku sekarang kan tinggal di jakarta Tin. " tukas Ira dengab wajah meyakinkan bahwa ia tidak sedang berbohong.
" Iya sorry yah Re, aku tahunya Unge itu memang mantannya Arlan tapi itu Arlan gak pakai perasaan kok pacaran sama dia dulu, dulu aku sama Arlan emang sempat putus sebentar banget, eh Arlan katanya emang mau temenan saja sama Unge, ehh Ungenya kayak yang mupeng (muka pengen = red) mau jadian haha dasar ya... " jawab Tina dengan pede.
" Oh gitu ya Tin ? Unge Unge itu emangnya cantik apa biasa aja sih ? Tapi aku yakinnya cantikan kamu ya Tin hehe ? " Rayu Ira agar semua yang dicurigai Unge terbongkar semua.
" Aku sih gak tahu ya, cuma kata Arlan tetep cantikan aku, mangkanya Arlan pilih aku untuk jadi istrinya. " jawab Tina makin pede.
Ira pun memutuskan untuk berpamitan pulang, karna Unge sejak tadi mengsms Ira.
Ira berjalan agak sedikit jauh dari rumah Arlan menuju Unge yang sengaja menjauh dari kawasan tersebut, karna Unge takut semua rencananya gagal.
" Nge.. gawat Nge, semuanya Nge kebongkar dah lo dimata Arlan dan Tina nothing ! " seru Ira dengan wajah panik.
" Anjrit, sudah gue kira Ra. Terus gimana Ra ? "

Kamis, 01 Mei 2014

Jodoh Larinya Kemana ??? Part 3

Boy pun masih bingung kenapa Unge pergi meninggalkannya.
" Oh iya salah gue sih emang napa gue nanya hal yang kayak gituannya ya ?? " tukas Boy.
Unge nampak bersedih, mau sampai kapan ia harus bersedih dan menutup diri juga hati untuk pria lain selain Boy yang selalu menemani hari-harinya selama di bandung.
Unge pun memutuskan untuk pergi ke jakarta kembali karna hari esok adalah saatnya ia bekerja dan kembali dengan tumpukan kertas-kertas yang penuh dengan angka-angka.
" Gue mulai stress sama kerjaan gue ini !" Gumamnya dalam hati.
Tiba-tiba rekan kerja Unge pun memanggilnya dan mengajak ngobrol sebentar dan tibalah pada pokok pembicaraan .
" Nge ayooolah gue butuh duit nih, lo bisa kan bantu gue ? Nanti gue pun juga bisa bantuin lo deh ! "
Ira pun terus memohon-mohon pada Unge dengan raut memelas ditambah rayuan basi.
" Lo mau bantuin gue juga emang ? " tanya Unge sembari wajah yang genit.
" Iya selama gue bisa tapi Nge..." jawab Ira dengan wajah penyesalan.
" Lo mau gak Ra mata-matain mantan pacar gue, tapi masalahnya mantan pacar gue ini sudah menikah satu bulan yang lalu. "
" Gila lo Nge ! Gak mau gue ahh.. enak aja lo yang ada nanti gue kena dampratan bininya lagi. " jawab Ira dengan memalingkan wajahnya.
" Heh, gini deh pokoknya utang-utang lo lunas dah, gimana ? Lo kan perantau ? " tantang Unge pada Ira.
" Lo pikir, lo bukan perantau juga emang ? "
" Haha.. setidaknya gue perantau elegant, pantrangan bagi gue untuk memelas-memelas kayak lo gitu Ra. "
" Ya udah gue ngalah, gue harus berbuat gimana ? "
Mereka berdua pun lama mengobrolkan rencananya itu. Hingga akhirnya Ira pun menyetujui semua rencana Unge.
" Jadi gue itu ceritanya temen mantan pacar lo yang mau kasih kejutan, dan gue harus kongkalikong dulu sama bininya dan dengan syarat jangan bilang-bilang sama lakinya gitu ? " tanya kembali Ira saat semuanya sudah terangkum.
Unge pun hanya memberikan kode dengan mengacungkan satu jempol.
Tak banyak berharap dari semua rencana yang Unge rancang berhasil, minimal Unge hanya ingin tahu, apakah Tina tahu kalau Arlan adalah mantan pacarnya Unge.
Unge pun menelpon Boy untuk menceritakan semua rencanya itu yang akan ditokohi oleh Ira rekan kerja Unge sendiri dengan bayaran Hutang Lunas.
" Boy gimana seru gak rencana gue itu ? "
" Lo adalah wanita teraneh, ngapain lo jauh-jauh pakai suruh temen lo si Ira buat jadi tokohnya, terus si Ira harus bolak-balik ke bandung dong ? "
" Iya gak apa-apalah nanti kan masalah akomodasi gue yang tanggung, gue suruh si Ira buat datang ke bandung barengan sama gue kuliah weekend. "
" Gue gak yakin ini akan berhasil ! "
" Heh Boy, jangankan lo, gue oun juga sama tapi setidaknya gue ada usahalah ya minimal. "
" Usaha lo mubazir Nge. Lagian lo ngapain sih masih ngarepin juga Arlan balikan sama lo, nunggu Arlan cerai sama Tina ? Aduh Nge, gak ada duda yang terhormat lainnya apa ya ?"
" Boy gue perhatiin omongan lo sekarang ini kayaknya lain ya.. maksudnya lo jadi kayak cewek Boy !"
Unge pun merasa heran dengan jawaban Boy akhir-akhir ini yang terlihat seperti remaja sesungguhnya yang senang bergosip.
Boy malah sejenak terdiam, seolah mengiyakan semua tuduhan Unge.
" Halo Boy, masih nyambung gak nih Boy teleponnya ? "
Boy pun mematikan telepon dari Unge.
Ada apa dengan Boy ???